Ancaman Tersembunyi di Balik Layar: Pemasaran Makanan Tidak Sehat Menyerang Anak Indonesia

Dinda Rachmawati Suara.Com
Selasa, 15 Juli 2025 | 17:53 WIB
Ancaman Tersembunyi di Balik Layar: Pemasaran Makanan Tidak Sehat Menyerang Anak Indonesia
Ilustrasi Anak Makan Makanan Tidak Sehat (Dok. Freepik)

Suara.com - Dalam dunia digital yang semakin tak terbendung, pemasaran makanan dan minuman tinggi gula, lemak, dan garam kini menjelma menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya angka obesitas dan penyakit tidak menular (PTM) di usia dini.

Hal ini disorot dalam webinar Unicef Indonesia pada Kamis (10/7/2025), yang menghadirkan di antaranya dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI, serta David Colozza, Spesialis Nutrisi dari UNICEF Indonesia.

Generasi Muda dalam Bahaya

Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, hampir 1 dari 5 anak usia 5–12 tahun mengalami kelebihan berat badan, begitu pula 14,3 persen remaja usia 13–18 tahun. 

Angka ini diperparah dengan temuan bahwa 97,6 persen anak usia 5–19 tahun tidak mengonsumsi buah dan sayur sesuai anjuran, sementara lebih dari separuh dari mereka rutin mengonsumsi minuman berpemanis setiap hari.

“Kita sedang menyiapkan generasi emas 2045. Tapi kalau sejak dini mereka sudah terpapar pola makan tidak sehat, ini akan menjadi beban serius karena negara maju menghadapi tantangan penyakit tidak menular,” tegas dr. Nadia dalam paparannya.

Media Sosial Jadi Jalur Utama Iklan Berbahaya

Indonesia memiliki 167 juta pengguna aktif media sosial, sekitar 60% dari total populasi. Anak-anak dan remaja menjadi pengguna paling aktif, dengan penetrasi internet di kalangan usia 13–18 tahun mencapai 99,1%.

Platform seperti Instagram, Facebook, TikTok, dan X (Twitter) pun dimanfaatkan oleh produsen makanan untuk memasarkan produk-produk tinggi gula dan lemak secara agresif. Tak tanggung-tanggung, studi UNICEF menganalisis 295 iklan dari 20 merek ternama yang menyasar anak-anak di platform ini.

Baca Juga: Anak Dedi Mulyadi Pakai Aset Negara untuk Nikah, Cuma Bayar Uang Kebersihan Rp 20 Juta

David Colozza menjelaskan, “Sebanyak 85 persen dari merek yang diteliti memasarkan setidaknya satu produk yang tidak layak untuk anak, menurut Model Profil Gizi WHO. Hampir seluruh produk tersebut melebihi ambang batas gula, lemak jenuh, natrium, dan kalori.”

Teknik Iklan yang Dirancang untuk Menghipnotis Anak-anak

Yang membuat iklan-iklan ini semakin berbahaya adalah strategi pemasaran yang digunakan. Studi UNICEF menemukan bahwa iklan makanan tidak sehat kerap menggunakan:

  • Hashtag dan tagar viral
  • Penampilan tokoh idola atau selebriti
  • Penawaran menarik seperti beli satu gratis satu
  • Daya tarik emosional dan humor
  • Karakter lucu atau gambar anak-anak

Sayangnya, anak-anak belum memiliki kemampuan kognitif untuk membedakan antara iklan dan konten biasa. “Mereka tidak paham bahwa yang mereka lihat itu iklan. Ini membuat mereka lebih rentan terpengaruh,” tambah Colozza.

Kesenjangan Regulasi dan Tanggung Jawab Bersama

Meskipun ancaman ini nyata, Indonesia masih menghadapi kesenjangan dalam regulasi. Saat ini, belum ada aturan yang cukup kuat untuk membatasi paparan dan kekuatan iklan makanan tidak sehat di ruang digital.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI