“Teorinya, partikel PM 2.5 cukup kecil untuk masuk ke paru-paru, sehingga ini akan memperburuk kondisi paru-paru,” ungkap Dr. Len Horovitz.
“Baik itu asma, emfisema, penyakit paru obstruktif kronik, dan tentu saja Covid-19, yang mungkin menjadi lahan subur peradangan,” lanjut Dr. Len Horovitz.
Oleh sebab itu, dengan memberi jarak dari kebakaran hutan, ini dapat terhindar dari risiko terkena paparan asap udara.
Terkait hubungannya dengan Covid-19, ini telah disampaikan oleh studi dari Desert Research Institute di Nevada. Dikatakan, asap kebakaran hutan dapat meningkatkan risiko terpapar virus Covid-19.
Para peneliti telah menemukan, peningkatan ini hampir 18 persen dalam kasus Covid-19, setelah peristiwa terjadinya asap kebakaran hutan pada 2020 lalu di Reno, Nevada.
Para peneliti mencoba menggunakan model untuk melihat hubungan antara PM 2.5 dari asap kebakaran hutan dengan data tingkat positif tes Covid-19, yang diambil dari Renown Health.
Mereka menyimpulkan, bahwa PM 2.5 dari asap kebakaran hutan meningkatkan kasus Covid-19 sebesar 17,7 persen selama peristiwa pada 16 Agustus-10 Oktober 2020.
“Hasil kami menunjukkan, adanya peningkatan substansial dalam tingkat positif Covid-19, di mana ini dipengaruhi oleh asap api dari kebakaran hutan di California,” ungkap penulis studi Daniel Kiser, MS.
Baca Juga: Polusi Udara Menyebabkan 7 Juta Kematian Dini per Tahun, WHO Perketat Pedoman