Suara.com - Hari ini dunia memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia yang jatuh setiap tanggal 10 Oktober. Berkaitan dengan hari peringatan tersebut, tentu menarik jika membahas terkait sejarahnya.
Berikut ini sejarah dan tema Hari Kesehatan Mental Sedunia.
Tema Hari Kesehatan Mental Sedunia
Pada tahun ini, Hari Kesehatan Mental Sedunia bertema 'Make mental health & well-being for all a global priority'. Dalam bahasa Indonesia, tema tersebut berarti 'Jadikan kesehatan mental & kesejahteraan untuk semua sebagai prioritas global'.
Sedangkan tema Hari Kesehatan Mental pada 2021 adalah ‘Mental Health in An Unequal World' atau ‘Kesehatan Mental adalah Sebuah Kesetaraan Dunia’.
Sejarah Hari Kesehatan Mental Sedunia
World Federation for Mental Health atau yang disingkat WFMH merupakan pelopor diperingatinya Hari Kesehatan Mental. Organisasi non pemerintah ini didirikan pada 1948.
Pada 10 Oktober 1992, Wakil Sekretaris Jenderal WFMH Richard Hunter menjadi pemrakarsa perayaan pertama Hari Kesehatan Mental. Kemudian tema khusus dipilih setiap tahunnya sejak 1994.
Tujuan ditetapkannya Hari Kesehatan Mental Sedunia adalah agar menciptakan kesadaran atas isu kesehatan mental di dunia. Harapannya, hari peringatan ini mampu menginspirasi dunia untuk menyoroti isu kesehatan mental.
Baca Juga: Rayakan Hari Kesehatan Mental Sedunia, Marshanda: Kami Juga Bisa Berfungsi
Perayaan ini juga merupakan peluang agar isu kesehatan mental menjadi kesadaran publik secara keseluruhan.
Selain itu, perayaan Hari Kesehatan Mental Sedunia sebagai ruang bagi pekerja profesional di bidang perawatan kesehatan mental untuk berdiskusi terkait seluk beluk kesehatan mental. Tujuannya agar semakin signifikan dan progresifnya cara penanganan kesehatan mental dan menjangkau orang-orang di seluruh dunia.
Urgensi Kesadaran Kesehatan Mental Pasca Pandemi COVID-19
World Health Organization (WHO) tengah menetapkan tema tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, sebelum Pandemi Covid-19, sekitar satu dari 8 orang di dunia menderita gangguan jiwa.
Pihaknya menyayangkan bahwa kurangnya dukungan infrastruktur maupun perekonomian yang memadai untuk menangani kesehatan mental. WHO mencatat setiap tahunnya lebih dari 700.000 orang melakukan bunuh diri akibat stres dan depresi.
WHO melihat adanya diskriminasi dan stigma yag berperan dalam penderitaan manusia.