"Jadi tidak perlu khawatir identitas pelapor akan tersebar, karena laporan ini akan masuk langsung ke Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan, nggak akan masuk ke yang lain. Jadi nggak perlu khawatir laporan akan masuk ke RS-nya," ujar Menkes Budi.
Sementara itu berdasarkan pemantauan suara.com di situs tersebut, tidak hanya korban yang bisa melaporkan aksi bullying tapi juga saksi mata. Namun pelapor harus, melampirkan nama korban, NIK korban, nama pelaku, frekuensi kejadian, tempat kejadian, nama tempat kejadian (nama RS bersangkutan), deskripsi kejadian, bukti, hingga nomor dan email yang bisa dihubungi.
Namun khusus untuk nama dan NIK korban, Menkes Budi mengatakan bisa dirahasiakan atau dengan anonim. Tapi berdampak pada lebih lambatnya laporan diproses, karena harus menurunkan petugas dari inspektur jenderal dengan berkoordinasi langsung dengan rumah sakit untuk menindaklanjuti kasus tersebut.
"Jadi kalau di lingkungan tertentu tidak berani ngomong karena takut, itu sudah tidak sehat," tutup Menkes Budi.
Adapun dalam InMenkes disebutkan beberapa perundingan yang bisa dilaporkan, di antaranya sebagai berikut:
1. Perundungan Fisik
Tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, termasuk memeras dan merusak barang milik orang lain serta pelecehan seksual.
2. Perundungan Verbal
Tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama lain (name-calling), sarkasme, mencela atau mengejek, mengintimidasi, memaki, dan menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya.
3. Perundungan Siber (Cyber Bullying)