Suara.com - Dugaan pelecehan seksual dokter spesialis kandungan alias obgyn di Garut yang raba payudara ibu hamil saat pemeriksaan USG alias ultrasonografi memicu ketakutan perempuan saat periksa ke dokter. Hasilnya banyak yang mencari tahu tanda prosedur medis red flag atau yang perlu diwaspadai, seperti apa ya?
Informasi menarik dibagikan Dokter Subspesialis Hematologi Onkologi Medik MRCCC Siloam Hospitals, Dr. dr. Andhika Rahman, Sp.PD-KHOM yang kerap menangani berbagai kasus kanker payudara, sehingga nyaris setiap hari lakukan pemeriksaan payudara perempuan berusia 20 hingga 40 tahun.
Menurut Dr. Andhika, USG kehamilan atau bahkan USG payudara yang kerap dilakukan merupakan pemeriksaan sensitif. Sehingga untuk mencegah pelecehan seksual yang bisa dialami pasien, berikut ini 3 hal yang perlu diperhatikan untuk mengenali prosedur medis red flag:
1. Tindakan harus sesuai indikasi medis
Dr. Andhika mengatakan prosedur USG kehamilan seharusnya fokus pada pemeriksaan kondisi janin di dalam rahim. Sehingga meraba atau bahkan meremas payudara bukanlah tindakan yang termasuk dalam USG kehamilan.
“Tindakan yang dilakukan adalah USG kehamilan, jadi tidak untuk tindakan yang lain,” ujar Dr. Andhika di Jakarta, Selasa (22/4/2025).

Jika ada tindakan lain yang dilakukan di luar area perut, kata dia, pasien berhak mempertanyakan dan menolak tindakan tersebut. Setiap prosedur tambahan harus memiliki indikasi medis yang kuat dan harus dijelaskan kepada pasien sebelum dilakukan.
2. Pasien dapat penjelasan dokter sebelum tindakan
Komunikasi terbuka menjadi kunci dalam membangun kepercayaan antara dokter dan pasien. Terlebih untuk pemeriksaan yang menyangkut area sensitif tubuh. Dr. Andhika menekankan bahwa sebelum melakukan pemeriksaan, dokter atau tenaga kesehatan wajib memberikan informasi kepada pasien.
Baca Juga: Marak Dokter Cabuli Pasien Terbaru di RS Malang, Wamenkes Ogah Ampuni Pelaku: Cederai Sumpah Dokter!
“Ketika akan melakukan pemeriksaan, kita (dokter) harus bilang, ‘kita kerjakan ini ya’. Artinya memberitahu,” jelas dia.
Jika dokter langsung melakukan tindakan tanpa penjelasan sebelumnya, itu merupakan pelanggaran prosedur standar. Pasien berhak meminta dokter menjelaskan apa yang akan dilakukan dan mengapa.

3. Harus ada pendamping
Satu lagi prosedur penting yang sering diabaikan adalah kehadiran pendamping medis.
Untuk pemeriksaan area sensitif, harus ada perawat atau tenaga medis lain yang mendampingi dan idealnya berjenis kelamin sama dengan pasien.
“Pendamping ini adalah perawat yang jenis kelaminnya sama dengan yang diperiksa,” kata dr. Andhika.
Sehingga jika pasien merasa tidak nyaman atau tidak ada pendamping saat pemeriksaan dilakukan, jangan ragu meminta kehadiran seorang pendamping. Ini adalah hak pasien untuk menjaga kenyamanan dan keamanan selama tindakan medis berlangsung.
Fakta kasus pelecehan seksual dokter obgyn Garut
Tindakan pelecehan diduga dilakukan Muhammad Syafril Firdaus, dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Tindakan dokter tersebut terekam CCTV dan videonya viral di media sosial. Dalam video yang tersebar, terduga pelaku memeriksa kandungan pasien.
Disaat tangan kanannya memegang alat, tangan kiri terduga pelaku memegang area payudara pasien.
Menindaklanjuti kasus ini Kementerian Kesehatan meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk mencabut surat tanda registrasi (STR) dokter kandungan (obgyn) yang diduga melecehkan pasiennya di Garut, Jawa Barat.
Juru Bicara Kemenkes Widyawati, Rabu (16/4), mengatakan bahwa pihaknya akan terus memantau perkembangan kasus tersebut, sehingga penyelesaiannya dapat berjalan transparan dan berkeadilan.
Mirisnya hasil koordinasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dengan Kadis PPPA Garut, diketahui bahwa pelaku sedang umroh.
"Posisi pelaku sekarang sedang umroh," kata Asisten Deputi Penyediaan Layanan Perempuan Korban Kekerasan KPPPA Ratna Oeni Cholifah dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (16/4/2025).
Meski begitu, pelaku dipastikan sudah diberhentikan dari tempat praktiknya di Klinik Karya Harsa, Anisa Queen, maupun RSUD Malangbong, Kabupaten Garut. Terkait penanganan hukum, Ratna menyampaikan bahwa prosesnya sudah berjalan di kepolisian.