Suara.com - Penyakit tidak menular (PTM) tercatat sebagai penyebab utama kematian di Indonesia, dengan kontribusi sekitar 73 persen dari total kematian nasional.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa antara tahun 2017 hingga 2022, dari total 8,07 juta kematian yang tercatat, sekitar 7,03 juta di antaranya disebabkan oleh PTM.
Penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan kronis, dan diabetes melitus mendominasi angka tersebut.
Asma dan PPOK merupakan bagian dari penyakit saluran napas kronis yang memberikan beban kesehatan yang signifikan. Menurut data WHO, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) menjadi penyebab kematian keempat tertinggi di dunia, dengan 3,5 juta kematian pada tahun 2021—sekitar 5 persen dari total kematian global.
Di Indonesia, survei BPJS tahun 2024 mencatat hampir 19 juta pasien PPOK yang secara rutin menjalani perawatan di rumah sakit.
Sementara itu, data Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan bahwa 58,3 persen penderita asma mengalami kekambuhan dalam 12 bulan terakhir.
Penanganan penyakit tidak menular seperti asma dan PPOK masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain keterbatasan sistem deteksi dini, kurangnya sumber daya manusia, serta belum meratanya akses layanan kesehatan, terutama di wilayah terpencil.
Di tengah tantangan tersebut, fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti Puskesmas memiliki peran strategis sebagai garda terdepan dalam edukasi, deteksi dini, dan pengelolaan PTM secara holistik.
Untuk memperkuat respons nasional terhadap PTM, Kementerian Kesehatan telah meluncurkan berbagai inisiatif, termasuk penyediaan layanan skrining kesehatan gratis melalui BPJS Kesehatan untuk 14 jenis penyakit.
Baca Juga: Asing Mulai Cawe-cawe Soal Aturan Kemasan Rokok Polos, Asosiasi Teriak Begini
Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya deteksi dini dan mempercepat intervensi medis yang diperlukan.
Sementara itu, AstraZeneca, perusahaan biofarmasi global berbasis sains, memperkuat komitmen kemitraannya dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, melalui penguatan upaya promotif dan preventif, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, pemanfaatan teknologi mutakhir termasuk kecerdasan buatan (AI), serta perluasan akses terhadap pengobatan inovatif dan layanan unggulan di fasilitas kesehatan primer.
Kerja sama ini mencakup berbagai area penting dalam penanganan penyakit tidak menular, seperti diabetes, kanker, asma, PPOK, infeksi virus RSV, penyakit ginjal kronis, hingga penyakit langka. Penandatanganan perjanjian dilakukan oleh dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bersama Esra Erkomay, Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, disaksikan oleh Menteri Kesehatan H.E Budi Gunadi Sadikin, dan Menteri Kesehatan Swedia H.E. Acko Ankarberg Johansson.
Kerja sama ini merupakan kelanjutan dari perjanjian sebelumnya yang telah disepakati pada Juni 2024.
Esra Erkomay, Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, menyampaikan, “Menjawab tantangan penyakit tidak menular bukan hanya soal menyediakan pengobatan, tetapi bagaimana kita membangun sistem kesehatan yang berkelanjutan dan adaptif. Di AstraZeneca, kami percaya bahwa inovasi—baik dalam bentuk terapi, teknologi digital, maupun model kemitraan—harus menjadi bagian dari solusi."
AstraZeneca berkomitmen mewujudkan masa depan di mana setiap individu dapat menjalani hidup yang lebih sehat dan bermakna melalui solusi kesehatan berbasis sains.