Pahami Perbedaan Terapi Asma Lama dan Baru, Demi Hidup Bebas Serangan Berulang

Vania Rossa Suara.Com
Kamis, 19 Juni 2025 | 13:26 WIB
Pahami Perbedaan Terapi Asma Lama dan Baru, Demi Hidup Bebas Serangan Berulang
Ilustrasi terapi asma menggunakan inhaler (Freepik)

Suara.com - Asma masih menjadi salah satu penyakit pernapasan yang paling umum di dunia, termasuk di Indonesia.

Meski terdengar sederhana karena “hanya” gangguan napas, asma sebenarnya adalah penyakit kronis yang jika tidak ditangani dengan tepat dapat berujung pada penurunan kualitas hidup hingga risiko kematian.

Karena itulah penanganan asma tidak cukup hanya meredakan gejala sesaat, tapi juga harus fokus pada penyebab utamanya, yaitu peradangan di saluran pernapasan.

Selama bertahun-tahun, banyak penderita asma mengandalkan obat semprot atau inhaler pelega (SABA) sebagai solusi pertama ketika serangan kambuh.

Namun, kini para ahli menyadari bahwa pendekatan lama ini tidak cukup efektif untuk jangka panjang.

Berdasarkan pedoman terbaru dari Global Initiative for Asthma (GINA) 2025, ada perubahan besar dalam cara penanganan asma yang lebih aman dan direkomendasikan.

Kenapa Terapi Asma Lama Dianggap Kurang Tepat?

Terapi lama menggunakan inhaler SABA (Short-Acting Beta Agonist) memang bisa membantu meredakan gejala sesak napas dengan cepat.

Namun, menurut berbagai penelitian, penggunaan SABA tunggal secara rutin justru dapat meningkatkan risiko serangan asma yang lebih berat bahkan kematian.

Baca Juga: Jangan Panik! Ini 5 Cara Efektif Atasi Sesak Napas karena Alergi

Kenapa? Karena obat ini hanya mengatasi gejala sesaat tanpa menyentuh akar masalahnya, yaitu peradangan kronis di saluran napas.

Masalahnya, banyak pasien asma — terutama di Indonesia — masih menganggap inhaler pelega sebagai “obat utama” dan menggunakannya berlebihan.

Padahal jika dipakai terlalu sering, SABA bisa menurunkan efektivitas pengobatan jangka panjang dan membuat saluran napas makin sensitif terhadap pemicu serangan.

Rekomendasi Terbaru: Terapi Kombinasi Anti-Inflamasi

Mengikuti pedoman GINA 2025, kini para ahli merekomendasikan terapi berbasis inhaler kombinasi antara ICS (Inhaled Corticosteroid) dan formoterol. Inilah perubahan besar dalam penanganan asma yang kini diadopsi secara global, termasuk di Indonesia.

Kombinasi ICS-formoterol tidak hanya bekerja sebagai pelega gejala, tetapi juga mengatasi peradangan di saluran napas secara langsung.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI