Apa Itu Gerakan Ayah Mengantar Anak Sekolah? Dinamika Fatherless dan Solusi Pemerintah

Rifan Aditya Suara.Com
Selasa, 15 Juli 2025 | 08:57 WIB
Apa Itu Gerakan Ayah Mengantar Anak Sekolah? Dinamika Fatherless dan Solusi Pemerintah
ilustrasi ayah mengantar anak ke sekolah (Google AI)

Suara.com - Apa itu gerakan ayah mengantar anak sekolah? Pertanyaan ini mulai ramai muncul sejak pemerintah melalui BKKBN merilis surat edaran khusus tentang pentingnya peran ayah di hari pertama masuk sekolah.

Gerakan ayah mengantar anak sekolah ini bukan sekadar ajakan manis penuh simbolisme, tetapi sebuah dorongan untuk menghidupkan kembali peran ayah yang lebih aktif dalam pengasuhan anak.

Sebagian dari Anda mungkin bertanya-tanya: mengapa hanya ayah? Bukankah pengasuhan anak adalah tanggung jawab bersama?

Justru dari sinilah gerakan ayah mengantar anak sekolah menemukan pijakan utamanya.

Yaitu, untuk menyadarkan bahwa dalam praktik sehari-hari, keterlibatan ayah masih jauh dari seimbang jika dibandingkan dengan ibu.

Apa itu Gerakan Ayah Mengantar Anak Sekolah?

Gerakan ayah mengantar anak sekolah merupakan kampanye nasional yang dimulai dari lingkup aparatur sipil negara (ASN) dan diharapkan menular ke masyarakat umum.

Lewat Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2025, Kepala BKKBN yang juga menjabat sebagai Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Wihaji, mengimbau agar para ayah turut mengantar anak mereka ke sekolah di hari pertama tahun ajaran baru.

Meski terlihat sederhana, gerakan ini menyimpan nilai simbolik yang sangat besar. Dalam keseharian, peran ayah sering kali terpinggirkan dalam urusan mengantar anak atau menghadiri kegiatan sekolah.

Gerakan ini ingin memecah pola pikir tersebut dan mendorong partisipasi aktif dari ayah, setidaknya pada momen penting seperti hari pertama sekolah.

Baca Juga: 5 Pilihan Sepatu Terbaik untuk Anak Sekolah, Brand Lokal Kualitas Internasional

Latar Belakang dan Tujuan

Ada alasan kuat di balik lahirnya gerakan ayah mengantar anak sekolah ini. Berdasarkan data UNICEF tahun 2021, sekitar 20,9% anak di Indonesia hidup dalam kondisi fatherless, baik secara fisik maupun emosional.

Bahkan, hanya sekitar 37% anak usia dini yang diasuh oleh kedua orang tua biologis. Ini menjadi peringatan serius tentang ketidakhadiran figur ayah dalam masa tumbuh kembang anak.

Melalui gerakan ayah mengantar anak sekolah, pemerintah ingin membangun kesadaran bahwa kehadiran ayah memiliki dampak besar terhadap perkembangan emosional, sosial, dan kognitif anak.

Hari pertama masuk sekolah menjadi simbol awal perjalanan baru, dan kehadiran ayah di momen tersebut diharapkan mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan aman pada anak.

Di sisi lain, gerakan ini juga menjadi bagian dari Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) yang lebih luas, mencakup program seperti konseling keluarga, kampung ayah teladan, hingga Sekolah Bersama Ayah (SEBAYA). Tujuannya jelas: mewujudkan pengasuhan kolaboratif yang lebih setara.

Simbol Budaya Pengasuhan

Gerakan ayah mengantar anak sekolah bukan hanya rutinitas sesaat. Ini adalah simbol pergeseran budaya pengasuhan yang selama ini terlalu berpusat pada ibu.

Ketika seorang ayah menyempatkan waktu untuk hadir di sekolah anaknya, itu berarti ia memutuskan untuk hadir secara emosional, bukan hanya sebagai pencari nafkah.

Kehadiran ayah di hari pertama sekolah juga bisa mencairkan kekakuan antara anak dan lingkungan barunya. Anak merasa didukung, diperhatikan, dan lebih siap menghadapi perubahan.

Bahkan bagi ayah sendiri, momen ini bisa memperkuat ikatan batin dengan anak yang mungkin selama ini terasa renggang akibat kesibukan kerja.

Gerakan ini juga menunjukkan bahwa peran ayah tidak kalah penting dalam membentuk karakter anak.

Tidak hanya ibu yang harus menghadiri rapat sekolah, membaca laporan belajar, atau mengantar anak ke gerbang sekolah. Ayah juga bisa dan seharusnya melakukan hal yang sama.

Imbauan ASN untuk Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah

Dalam rangka mendukung gerakan ayah mengantar anak sekolah, BKKBN telah mengatur mekanisme khusus untuk ASN.

Para pegawai negeri diperbolehkan mengantar anak di hari pertama sekolah dan melakukan presensi kerja langsung di sekolah anak mereka, menggunakan kode “RL”. Setelah itu, mereka diharapkan kembali ke kantor paling lambat pukul 12.00 WIB.

Kebijakan ini disertai dengan arahan teknis, seperti menyertakan bukti kehadiran atau tangkapan layar pengumuman sekolah sebagai bentuk pertanggungjawaban.

Dengan langkah ini, pemerintah menunjukkan bahwa mereka serius mendorong budaya baru dalam pengasuhan. Imbauan ini tidak dimaksudkan untuk menekan, melainkan memberi contoh.

Jika para ASN dapat menjadi pelopor, bukan tidak mungkin masyarakat umum pun tergerak untuk mengikuti.

Dengan begitu, gerakan ayah mengantar anak sekolah bisa tumbuh menjadi tradisi tahunan yang memberi makna, bukan sekadar seremonial belaka.

Kontributor : Hillary Sekar Pawestri

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI