Dalam dunia kesehatan, fokus pada angka timbangan alias berat badan sering kali mengabaikan aspek penting lainnya kebugaran fisik.
Dilansir dari CNN, banyak orang di Amerika Serikat yang terobsesi dengan pola makan dan ukuran tubuh, terutama di tengah meningkatnya angka obesitas, yang menurut CDC mencapai 40,3% di kalangan dewasa.
Pasar penurunan berat badan juga terus berkembang, dengan nilai mencapai sekitar Rp2.391.932,40 pada tahun 2022, dan diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar Rp4.999.668,70 pada tahun 2030.
Namun, para ahli menekankan bahwa untuk meningkatka kesehatan dan memperpanjang umur, perhatian seharusnya lebih pada kebugaran daripada angka timbangan.
Dr Lisa Erlanger, seorang profesor klinis kedokteran keluarga, menjelaskan bahwa banyak cara untuk meningkatkan kesehatan tanpa harus fokus pada penurunan berat badan.
Meningkatkan aktivitas fisik, seperti berjalan lebih banyak atau memperkuat otot, dapat mengurangi risiko penyakit serius seperti kanker, diabetes, dan masalah jantung.
![Ilustrasi Camilan Sehat yang Bisa Menurunkan Berat Badan. [ChatGPT]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/02/26671-camilan-sehat-yang-bisa-menurunkan-berat-badan.jpg)
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa meningkatkan kebugaran kardiovaskular lebih efektif daripada diet untuk mencapai hasil kesehatan yang lebih baik.
Sebuah meta-analisis pada tahun 2024 menemukan bahwa banyak orang kesulitan mempertahankan berat badan yang hilang dalam jangka panjang, sehingga manfaat kesehatan dari penurunan berat badan sering kali hilang.
Para peneliti juga mencatat bahwa mengurangi kalori mungkin tidak selalu efektif, sehingga penting untuk melakukan perubahan positif pada pola makan, Seperti meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, meskipun berat badan tidak banyak berkurang.
Baca Juga: Bukan Egois tapi Self-Love: Kenapa Punya 'Boundaries' Itu Penting Banget
Sejak tahun 1980, epidemi obesitas semakin meningkat, dipicu oleh faktor-faktor seperti porsi yang lebih besar, konsumsi gula yang berlebihan, dan kurangnya aktivitas fisik.
Selain itu, paparan terhadap bahan kimia berbahaya yang dikenal sebagai "forever Chemicals" juga dianggap berkontribusi terhadap masalah ini.
Karena dapat mempengaruhi keseimbangan energi dalam tubuh. Beberapa virus, seperti adenovirus 36, juga telah diasosiasikan dengan obesitas dalam beberapa penelitian.
Diet yang ketat seringkali tidak berhasil dalam jangka panjang. Dr. Erlanger menyatakan bahwa lebih dari 80% orang yang berhasil menurunkan berat badan akan kembali ke berat semula dalam lima tahun.
Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa setiap orang memiliki rentang berat badan tertentu yang ditentukan oleh faktor genetik dan etnis.
Ketika tubuh menerima lebih sedikit kalori dari yang dibutuhkan, metabolisme akan melambat, dan muncul rasa cemas yang mendorong keinginan untuk mengkonsumsi makanan berkalori tinggi.
Dengan tekanan untuk tampil langsing di masyarakat, orang yang mengalami penurunan berat badan yang kemudian naik kembali seringkali terjebak dalam siklus diet yang berulang, yang dikenal sebagai diet yo-yo.
Siklus ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk penyakit jantung, masalah pembuluh darah, dan risiko diabetes yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, penting untuk fokus pada kebugaran daripada berat badan. Aktivitas fisik yang menyenangkan, seperti bersepeda, hiking, atau bahkan berkebun, dapat memberikan manfaat besar bagi kesehatan.
Dr Erlanger menekankan bahwa untuk meningkatkan kesehatan, kaki lebih baik daripada terfokus pada penurunan berat badan.
Sayangnya, banyak orang yang memilih untuk mengejar tubuh yang lebih kecil daripada kesehatan yang lebih baik.
Kesehatan harus menjadi prioritas utama. Sebelum mengikuti tren diet terbaru, renungkan untuk berolahraga dan menikmati aktivitas fisik.
Olahraga mempunyai dampak positif yang signifikan pada setiap sel dalam tubuh. Anda bisa tetap sehat dan bugar meskipun berat badan tidak sesuai harapan.
Fokus pada kebugaran dan kesehatan akan memberikan manfaat jangka panjang, bukan hanya untuk penampilan, tetapi juga untuk kualitas hidup yang lebih baik.
Kontributor : Laili Nur Fajar Firdayanti