Safari NasDem ke Golkar dan Gerindra, Cari Alternatif Koalisi Pilpres 2024?

"Ya kami berharap semua pintu masih terbuka ya. Kami juga pingin koalisi yang besar, tidak hanya Gerindra-PKB, juga melibatkan pihak-pihak lain," kata Habiburokhman.
Suara.com - WAKIL Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman berharap semua partai politik masih membuka pintu lebar untuk berkoalisi dalam satu koalisi besar. Walaupun saat ini diketahui sudah ada sejumlah partai yang mendeklarasikan koalisi.
Pernyataan Habiburokhman menanggapi kunjungan NasDem ke beberapa partai politik. Mulai dari ke Sekretariat Bersama atau Sekber Gerindra-PKB pada pekan lalu dan terbaru kunjungan NasDem ke DPP Golkar di Jakarta, Rabu (1/2).
"Ya kami berharap semua pintu masih terbuka ya. Kami juga pingin koalisi yang besar, tidak hanya Gerindra-PKB, juga melibatkan pihak-pihak lain," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (2/2/2023).
Sementara itu terkait kunjungan NasDem ke Golkar, Habiburokhman menilai hal itu merupakan langkah bagus. Di mana parpol-parpol saling bertemu, kendati saat ini berada di koalisi berbeda untuk Pilpres 2024.
"Ke depan kita mengedepankan politik yang tidak perpecahan. Boleh berbeda atau awalnya berbeda, nanti bisa sama. Tetapi yang jelas kerukunan harus dijaga," ujar dia.
Menurut Habiburokhman semua peluang masih bisa terjadi, termasuk yang hari ini berbeda pandangan politik ke depan bisa sama. Apalagi Pilpres masih setahun lagi, sehingga dinamika politik akan terus berkembang.
Pendaftaran capres dan cawapres juga masih beberapa bulan ke depan. “Hampir nggak ada ceritanya koalisi itu fix di waktu sejauh ini. Apalagi setelah format pemilihan langsung saat ini, hitung-hitungannya pasti tentu kudu matang," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh membuka peluang kemungkinan partainya bergabung dengan Golkar, PAN dan PPP di Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB. Pernyataan itu disampaikan Paloh usai melakukan pertemuan tertutup dengan Airlangga Hartarto di DPP Golkar, Jakarta Barat, Rabu kemarin.
Menurut Paloh, bukan cuma NasDem yang berpeluang gabung KIB. Sebaliknya, peluang yang sama juga bisa terjadi dengan KIB untuk bergabung dengan NasDem yang kini menjajaki Koalisi Perubagan bersama PKS dan Partai Demokrat. "Apakah perlu akan mungkin bergabung dengan KIB? Ya sama-sama mungkin, mungkin KIB juga bergabung sama NasDem kan," kata Paloh.
Baca Juga: Ditanya Soal Prabowo Capres 2024, Jokowi: Kalau Setuju Ya Setuju, Kalau Ndak Ya Ndak
Paloh menegaskan saat semua kemungkinan tersebut masih sangat terbuka. "Jadi probability kemungkinan itu masih terbuka," ujarnya.
Cari Alternatif Koalisi
Safari partai NasDem ke Sekber Gerindra-PKB dan kunjungan Surya Paloh ke DPP Golkar di Jakarta baru-baru ini merupakan dinamika politik yang belum selesai.
Direktur IndoBarometer, Muhammad Qodari menilai NasDem sedang mencari alternatif koalisi lain. Sebab, belum ada titik temu koalisi yang dibangun dengan Demokrat dan PKS dalam mengusung Anies Baswedan sebagai capres di pemilu 2024.
"Rupanya ada kerumitan tersendiri, karena Demokrat ingin AHY jadi wakilnya Anies Baswedan, sementara PKS ingin Ahmad Heryawan," kata Qodari kepada wartawan, Jumat (27/1).
Selain itu, publik juga paham Gerindra sejak awal sudah memiliki capres sendiri, yaitu Prabowo Subianto.
Sementara, kerumitan koalisi perubahan yang terdiri dari NasDem, Demokrat dan PKS itu, menurut Qadari membuat NasDem khawatir dengan masa depan pencalonan Anies.
Kata Qadari, sejak awal Anies memang sudah berkomunikasi dengan Demokrat dan PKS. Salah satunya dengan berkunjung ke petinggi Demokrat, termasuk juga pertemuan Anies ke PKS.
Seperti diketahui, koalisi perubahan bisa mengajukan calon presiden bila memenuhi persyaratan undang-undang presidential threshold 20 persen. Sedangkan 20 persen bisa tercapai jika tiga partai tersebut bersepakat.
Namun, faktanya hingga saat ini belum terjadi kesepakatan itu. Karenanya, Qadari beranggapan pertemuan itu dilakukan untuk membahas kemungkinan-kemungkinan lain. "Jadi dalam situasi pertemuan Nasdem dengan Gerindra itu, saya melihat Nasdem ingin membuka kemungkinan-kemungkinan yang lain," ujar Qodari.
Menurut Qodari, bisa saja NasDem bergabung dalam koalisi Gondangdia. Sementara Koalisi Perubahan belum sepakat bersama dan tak kunjung terwujud.
Karenanya, NasDem harus mempunyai opsi lain agar bisa berpartisipasi dalam proses politik yang ada. Sementara Demokrat dan PKS, yang kursi keduanya tidak jauh berbeda.
Terkait mengapa NaDem harus berkoalisi dengan Gerindra dan PKB, Qadari, punya jawaban tersendiri. "Saya melihat karena koalisi yang masih memungkinkan dibangun pada hari ini Koalisi Gondangdia, antara Gerindra dan PKB, karena baru dua partai politik. Sedangkan di KIB juga sudah penuh," tutur Qodari.
"Di KIB bisa dikatakan itu sudah penuh, ada Golkar, PPP dan PAN. Kalau bergabung di sana, posisi Nasdem tidak akan signifikan. Jadi Nasdem kalau masuk ke sana itu menjadi penggembira," imbuh dia.
PDIP Terbuka Bentuk Koalisi Besar
PDI Perjuangan terbuka dengan harapan Gerindra yang ingin partai-partai tetap membuka pintu untuk membangun satu koalisi besar di Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024.
Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Sadarestu memandang apa yang menjadi harapan Gerindra bukan hal mustahil. Peluang menuju ke arah sana juga memungkinkan. "Yang namanya politik itu semuanya serba mungkin. Saat ini juga masih sangat cair," kata Sadarestu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (2/1/2023).
Termasuk apabila partai-partai pendukung pemerintagan Jokowi saat ini bergabung kembali, melakukan reuni untuk berkoalisi bersama di 2024, PDIP membuka peluang tersebut. "Ya iya lah tentunya (terbuka untuk reunian)," ujar Sadarestu.
Tetapi diakui Sadarestu, PDIP belum sampai melakukan pembahasan ke arah koalisi besar hasil reunian partai pendukung pemerintahan Jokowi. "Kalau itu, saya belum, belum pernah ada pembahasan," katanya.
Walau PDIP membuka diri dengan segala dinamika yang ada ke depan, tetapi ditegaskan Sadarestu, semua keputusan baik berkaitan dengan koalisi maupun pemilihan capres dan cawapres akan diputuskan Ketua Umun Megawati Soekarnoputri. "Kembali lagi bahwa yang begitu itu sudah menjadi kewenangan ibu ketua umum, karena hak prerogatif ada di ibu ketua umum sebagai penentu tentunya," tandasnya.