Suara.com - Mungkin sebagian dari kita sudah lupa, bahwa hari ini 28 Oktober adalah hari Sumpah Pemuda. Pada hari itu, pada tahun 1928 silam, para pemuda yang tergabung dalam berbagai organisasi menggelar Kongres Pemuda II, yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda.
Kini bangunan yang dijadikan tempat penyelenggaraan Kongres Pemuda ini, ditetapkan menjadi Museum Sumpah. Selain berbagai benda-benda bersejarah terkait penyelenggaraan Kongres Pemuda, termasuk biola milik WR Supratman yang digunakan untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya, di sini pengunjung juga disuguhi diorama yang mengisahkan peristiwa bersejarah itu.
Jika Anda ingin menengok peristiwa bersejarah itu, sempatkan mampir ke Jalan Kramat. Dan untuk masuk ke Museum Sumpah Pemuda yang berada di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat hanya dibandrol Rp2.000 untuk orang dewasa dan Rp1.000 untuk anak-anak.
"Bahkan jika yang berkunjung adalah sebuah rombongan, maka pihak kami akan memberikan potongan harga yaitu Rp.1.000 untuk orang dewasa dan Rp500 untuk anak kecil," kata Kepala Museum Sumpah Pemuda, Agus Nugroho.
Awalnya Museum Sumpah pemuda adalah rumah tinggal milik Sie Kong Liang. Gedung didirikan pada permulaan abad ke-20. Sejak 1908 Gedung Kramat disewa pelajar Stovia , (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) dan RS (Rechtsschool), sebagai tempat tinggal dan belajar. Saat itu dikenal dengan nama Commensalen Huis.
Mahasiswa yang pernah tinggal antara lain Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, Soerjadi (Surabaya), Soerjadi (Jakarta), Assaat, Abu Hanifah, Abas, Hidajat, Ferdinand Lumban Tobing, Soenarko, Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir, Roesmali, Mohammad Tamzil, Soemanang, Samboedjo Arif, Mokoginta, Hassan, dan Katjasungkana.
Sejak tahun 1927 Gedung Kramat 106 digunakan oleh berbagai organisasi pergerakan pemuda untuk melakukan kegiatan pergerakan. Bung Karno dan tokoh-tokoh Algemeene Studie Club Bandung sering hadir di Gedung Kramat 106 untuk membicarakan format perjuangan dengan para penghuni Gedung Kramat 106. Di gedung ini pernah diselenggarakan kongres Sekar Roekoen, Pemuda Indonesia, PPPI. Gedung ini juga menjadi sekretariat PPPI dan sekretariat majalah Indonesia Raja yang dikeluarkan PPPI. Mengingat digunakan berbagai organisasi, maka sejak tahun 1927 Gedung Kramat 106 yang semula bernama Langen Siswo diberi nama Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw (gedung pertemuan).
Lantas pada 1928, diputuskan akan diselenggarakan Kongres Pemuda Kedua pada Oktober 1928. Soegondo Djojopuspito, ketua PPPI, terpilih sebagai ketua kongres. Kalau pada Kongres Pemuda Pertama telah berhasil diselesaikan perbedaan-perbedaan sempit berdasarkan kedaerahan dan tercipta persatuan bangsa Indonesia, Kongres Pemuda Kedua diharapkan akan menghasilkan keputusan yang lebih maju. Di gedung inilah lahir Sumpah Pemuda, sebuah tekad para pemuda untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa mereka. (Antara/berbagai sumber)
Ke Museum Sumpah Pemuda Yuk!
Esti Utami Suara.Com
Selasa, 28 Oktober 2014 | 13:44 WIB

BERITA TERKAIT
Setelah Ustaz Khalid Basalamah, Giliran Kepala BPKH Diperiksa KPK Terkait Kasus Rasuah Haji
08 Juli 2025 | 23:02 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Lifestyle | 22:55 WIB
Lifestyle | 22:14 WIB
Lifestyle | 19:50 WIB
Lifestyle | 19:30 WIB
Lifestyle | 18:02 WIB
Lifestyle | 17:42 WIB