"Sistem kami sebenarnya memang bukan keanggotaan. Tetapi ada yang kami sebut relawan inti, biasanya akan open recruitment sesuai kebutuhan, seperti yang kami lakukan di Jogja dan Surabaya. Kalau relawan intinya sendiri ada sekitar 17 orang," ujar dia.
Nantinya, lanjut Desy, para relawan inti akan dilibatkan menjadi 'kakak pendamping' yang tugasnya menemani beberapa anak. Kakak pendamping akan melakukan beberapa permainan dan belajar seru bersama anak-anak. Syarat menjadi relawan inti, kata dia minimal berusia 18 tahun, dan berkomitmen untuk hadir di kegiatan yang diadakan.
Kegiatan bermanfaat ini, kata Desy, sama sekali tidak memungut biaya, baik dari siswa-siswi maupun para relawan inti. Desy berharap, melalui kegiatan yang dilakukan dalam komunitas ini museum bisa menjadi alternatif tempat kunjungan bagi anak-anak dan orang tua selain Mall.
"Bukan hanya itu saja, harapannya untuk yang ke museum pun mau mempelajari juga apa yang disajikan di museum, tidak sekadar datang dan foto-foto untuk kepentingan sosial media," ujar dia.
Nah, komunitas Main ke Museum juga punya harapan mendalam untuk museum-museum yang ada di Indonesia. Mereka berharap, museum-museum di Indonesia bisa lebih menarik, terurus, dikelola dengan baik, ramah anak, dan pihak-pihak terkait juga harus bisa lebih menjaga dan merawat benda-benda yang ada di dalam museum dengan baik.
"Jadi ketika anak-anak atau orang dewasa diajak ke museum, image-nya bukan lagi gedung yang berdebu yang isinya benda-benda kuno dan tidak menarik," tutup Muthia, salah seorang relawan inti komunitas Main ke Museum.
Baca Juga: Jeepney, Angkutan Umum Khas Manila Akan Segera Diganti