Sadar jamu tidak terlalu populer di kalangan anak-anak muda, terlebih rasa jamu yang identik dengan pahit, Aafiyah tak kehabisan ide. Sarjana Teknologi Pangan Universitas Juanda Bogor itu pun membuat menu terobosan yang bisa dinikmati generasi milenial.
"Saya pikir anak-anak milenial nggak terlalu masuk sama kunyit, jadi saya coba lemon sereh. Kalau rosella saya tambahin daun mint, ada lagi bunga telang. Memang nggak semua harus suka kunyit asem. Karena pada dasarnya kunyit itu ada getirnya," katanya.
Diakuinya, tak mudah melestarikan jamu di era sekarang. Jamu masih kalah populer dengan minuman manis seperti boba.
Aafiyah akhirnya memanfaatkan media sosial sebagai wadah pelestarian jamu kepada anak-anak muda agar lebih mudah tersampaikan.
"Yang bikin pusing bikin konten ya. Paling saya meng-guide-nya dengan bikin foto yang bagus. Kalau ada ide juga bikin video iklan pendek. Kerjasama sama temen saja yang saling support," tuturnya.
Belum Tahu Apakah Bisnis Jamu Menjanjikan
Walaupun turut menggantungkan hidupnya dengan berjualan jamu, Aafiyah tidak bisa memastikan seberapa besar bisnis itu menjanjikan. Sebab menurutnya jangkauan konsumen jamu cukup pendek.
Meski begitu, Aafiyah yakin jamu akan tetap diminum sampai kapan pun. Baginya, jamu layaknya kebutuhan untuk manusia. Seperti manusia yang akan selalu membutuhkan makanan.
"Dulu waktu pas saya kecil jamu ada. Pas saya sudah besar pun jamu masih ada. Berarti nanti pun gitu. Sekarang saja jualan jamu masih ada yang beli. Berarti nanti berpuluh-puluh tahun saya jualan jamu masih ada yang minum," tuturnya.
Baca Juga: Punya Cita Rasa Unik, Jamu Indonesia Berpotensi Besar untuk Mendunia
"Jamu itu untungnya lumayan untuk satu botol. Asalkan kita konsisten. Tapi tiap minggu sih pasti ada aja (yang pesan)," tambahnya.
Anak kedua dari tiga bersaudara itu menargetkan ke depan produk jamunya bisa semakin berkembang dengan melalui uji klinis di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), agar bisa merambah ke pasar yang lebih luas.