"Kekhawatiran (tertular Covid-19) pasti ada tapi ya bagaimana lagi kerja kita seperti ini. Tiap hari harus berada di jalanan," kata Bimo.
Ia sudah tahu risiko antre ketika menerima pesanan tersebut. Namun Bimo tidak pernah menyangka akan sepadat dan selama itu. Bimo masih bisa mentolerir jika antrean berkisar dalam waktu satu jam.
"Ini malah sampai tiga jam lebih," ungkapnya.
Sebagai perbandingan, dengan waktu yang sama, Bimo seharusnya bisa dapat lebih dari tujuh order dengan jarak terpendek. Dengan durasi serupa, semestinya ia juga bisa mengumpulkan lebih dari Rp 70 ribu.
"Tadi saya dapat Rp 12 ribu," kata Bimo singkat.
Ini karena aplikasi Gojek sendiri tidak memperhitungkan lama menunggu untuk dimasukkan ke dalam tarif.
Beruntung pelanggan yang memesan BTS Meal McD mau berbaik hati memberikan uang tip, meski Bimo enggan menyebutkan nominal pastinya.
"Iya makanya kalau driver dapat resto yang lama jatuhnya bukan untung," keluhnya.
Kemitraan yang super eksploitatif
Baca Juga: Buntut Kerumunan Promo BTS Meal, Aparat Segel McDonalds Pekanbaru
Dikutip dari The Conversation, peneliti dari Institute of Governance and Public Affairs (IGPA) – Universitas Gadjah Mada menemukan, bahwa alih-alih menciptakan kebebasan dan kemerdekaan bagi para ojek online (ojol), hubungan kemitraan justru membuat para mitra atau pekerja gig (pekerja lepas atau sementara) mendapatkan hubungan kerja yang super-eksploitatif.