Menilik pada ketentuan saf jemaah pria dan wanita, Rasulullah Saw dalam hadist yang diriwayatkan Muslim, bahwasannya saf yang baik untuk pria adalah saf terdepan. Sementara untuk saf jemaah wanita berada di paling akhir.
Sehingga, Imam Al Ghazali pun mewajibkan untuk meletakkan penghalang di antara jemaah pria dan wanita agar tidak bercampuran untuk mencegah pandangan dan terjadinya kerusakan norma di masyarakat sebagai bentuk kemungkaran.
Meski begitu, beberapa imam besar (Mazhab) lainnya pun memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai hukum salat bercampur dengan lawan jenis.
Mazhab Hanafiyah menegaskan bahwa sejajarnya jemaah wanita dan pria dapat membatalkan salat jemaah pria dan tidak batal bagi wanita. Hal ini didasarkan pada gerakan salat ruku’ dan sujud yang dikhawatirkan dapat mengundang syahwat.
Sementara mayoritas ulama fiqih meliputi mazhab Maliki, Syafii, dan Hanbali memutuskan bahwa sejajarnya jemaah wanita dan pria dalam salat berjamaah tidak membatalkan salat tetapi hukumnya menjadi makruh.
Kendati mayoritas ulama mengatakan tidak membatalkan salat, namun keabsahan salat belum tentu aman dan terhindar dari hukum haram.
Apabila dalam pelaksanaannya melanggar aturan syara’ (saling becampur baur antara wanita dan pria sampai menimbulkan fitnah), terlebih jika posisi keduanya saling bersampingan maka dikhawatirkan akan saling bersenggolan bahkan bersentuhan yang menurut mayoritas ulama dapat membatalkan salat. (Shilvia Restu Dwicahyani)