Tidak Ada Kawan atau Lawan yang Abadi di Politik

Kamis, 19 Oktober 2023 | 15:13 WIB
Tidak Ada Kawan atau Lawan yang Abadi di Politik
Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bersama Presiden Jokowi dalam Puncak Bulan Bung Karno di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (24/6/2023). [Dok. PDIP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Belakangan ini media sedang diramaikan dengan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden untuk pemilu 2024. Tentu saja polemik-polemik yang ada di dalamnya ramai menjadi sorotan.

Diksi-diksi baru pun mulai bertebaran yang menyebabkan munculnya ragam asumsi. Mulai dari dinasti politik hingga politik pecah kongsi.

Pecah kongsi politik sudah diduga dan beberapa kali diberitakan. Diksi ini mencuat usai kabarnya Jokowi dan Megawati dituding dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.

Isu Indikasi Pecah Kongsi Jokowi dan Megawati

Indikasi pecah kongsi antara Presiden Joko Widodo dengan Ketum PDIP Megawati Soekarno semakin menguat. Lantaran Jokowi tidak mengunggah satu pun foto agenda konsolidasi akbar PDIP.

Selain itu, ada beberapa hal yang menguatkan kalau keduanya pecah kongsi seperti berikut ini.

1. Endorse Prabowo Sebagai Calon Presiden

Merujuk dari pengamat politik Universitas Nasioanl, Andi Yusran, fenomena pecah kongsi antara Jokowi dan Megawati diindikasi karena perilaku orang nomor satu di Indonesia dalam mendukung Prabowo sebagai calon presiden.

Menurutnya dari perspektif realis, Jokowi memiliki kepentingan politik kekuasan pasca dirinya lengser. Maka dari sini, munculah fenomena dinasti politik yang perlu ia bangun dari trah Gibran, Bobby, hingga Kaesang.

Baca Juga: Serahkan Surat Izin dari Presiden ke KPU, Mahfud MD Belum Dapat Pesan Khusus dari Jokowi

Di sisi lain, dalam perspektif ekonomi politik. Jokowi memiliki kepentingan yang membutuhkan kepastian dan keberlangsungan bisnisnya. Maka dari itu, ia membutuhkan capres yang akomodatif. Dalam hal ini paling mudah dinegosiasikan dengan Prabowo karena Ganar pastinya memiliki 'kontrak politik' dengan PDIP.

2. Putusan Mahkamah Konstitusi soal Batas Usia Minimal Capres dan Cawapres

Isu pecah kongsi antara PDIP dan Jokowi makin mencuat usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan batas usia minimal capres dan cawapres tetap 40 tahun kecuali bagi orang yang pernah atau sedang menjabat sebagai pejabat yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pilkada.

Putusan tersebut dinilai memberikan jalan bagi putra suling Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.

3. Gibran dan Jokowi Tidak Hadir pada Pengumuman Capres dan Cawapress PDI

PDI Perjuangan resmi mengumumkan Mahfud MD sebaga bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping Ganjar Pranowo. Namun di acara besar tersebut, tak tampak dua kader unggulan partai berlogo banteng itu yakni Joko Widodo dan Gibran Rakabuming Raka.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI