Riuh Boikot Produk Pendukung Israel, Apa yang Bisa Dipelajari dari Kemenangan Gerakan 'Boycott Divestment Sanctions'?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Selasa, 31 Oktober 2023 | 12:45 WIB
Riuh Boikot Produk Pendukung Israel, Apa yang Bisa Dipelajari dari Kemenangan Gerakan 'Boycott Divestment Sanctions'?
Ilustrasi Starbucks (Pexels/Dom J)

Profesor Manajemen dan Organisasi Lingkungan, Brayden King menyebutkan aksi boikot kerap kali tidak efektif karena ada faktor kebiasaan konsumen atau pelanggan produk tersebut. Padahal tujuan utama boikot, yaitu memberikan tekanan finansial pada perusahaan tersebut, dengan harapan bisa menekan pemerintah atau malah berbalik mendukung negara yang jajah yakni Palestina.

“Tetapi ternyata boikot biasanya tidak berhasil. Boikot yang biasa terjadi tidak berdampak banyak pada pendapatan penjualan," ujar Prof. Brayden mengutip Northwestern, Selasa (31/10/2024).

Menurut Prof. Brayden, sifat kebiasaan ini sulit untuk dipengaruhi karena kerap jadi kebutuhan sehari-hari dan sulit cari penggantinya dengan kualitas yang sama. Bahkan disebutkan juga, orang yang terbiasa melakukan boikot memang bukan target perusahaan tersebut untuk jadi konsumennya.

“Pikirkan aktivis PETA (organisasi hak asasi binatang) yang memboikot KFC. Itu adalah boikot yang tidak akan berdampak banyak pada pendapatan penjualan," jelas Prof. Brayden.

Ilustrasi Boikot.
Ilustrasi Boikot.

Tapi Prof. Brayden juga mencatat boikot bisa sangat efektif juga mendapat perhatian media, khususnya jika perusahaan tersebut diberitakan secara negatif, termasuk jika ada kebijakan yang dinilai tidak baik atau bahkan merugikan masyarakat maka dinilai akan sangat berdampak.

"Salah satu faktor yang membuat boikot efektif adalah seberapa besar perhatian media yang dihasilkannya, bukan berapa banyak orang yang menandatangani petisi atau berapa banyak konsumen yang dimobilisasi,” ujar Prof. Brayden.

Terakhir ia juga mendapati hasil penelitian menunjukan, boikot yang paling banyak diliputi media oleh perusahaan paling terkenal dinilai jadi yang paling efektif.

Biasanya kondisi ini terjadi karena boikot yang jadi berita utama alias headline, maka harga saham bisa turun sangat anjlok yang akhirnya menyebabkan perusahaan tersebut mengubah perilakunya.

Belajar dari Gerakan Boycott, Divestment, Sanctions (BDS) 

Baca Juga: Ikut Kena Boikot Di Tengah Agresi Israel ke Palestina, McDonalds Indonesia: Kenyamanan Pelanggan Prioritas Utama

Seruan boikot terhadap sejumlah pihak yang berkaitan dengan Israel sebenarnya tidak hanya terjadi di Indoensia. Di dunia juga ada gerakan global yang disebut dengan Boycott, Divestment, Sanctions (BDS). Mereka adalah gerakan kebebasan, keadilan, dan kesetaraan yang dipimpin oleh warga Palestina.

Terinspirasi oleh gerakan anti-apartheid di Afrika Selatan, seruan BDS mendesak tindakan untuk menekan Israel agar mematuhi hukum internasional. Seperti diketahui, selama hampir tujuh puluh tahun, Israel telah mengabaikan hak-hak dasar warga Palestina dan menolak mematuhi hukum internasional.

BDS menjunjung tinggi prinsip sederhana bahwa warga Palestina berhak atas hak yang sama seperti umat manusia lainnya. BDS kini menjadi gerakan global yang dinamis yang terdiri dari serikat pekerja, asosiasi akademis, gereja, dan gerakan akar rumput di seluruh dunia. Sejak diluncurkan pada tahun 2005, BDS telah memberikan dampak besar dan secara efektif menantang dukungan internasional terhadap apartheid Israel. 

Salah satu kampanye BDS yang memberikan dampak ialah boikot merek Puma. Dalam pernyatannya BDS mengatakan, produsen pakaian olahraga global Puma terlibat dalam pelanggaran hukum internasional dan hak asasi manusia. Puma adalah sponsor utama Asosiasi Sepak Bola Israel (IFA), yang mencakup tim-tim pemukiman ilegal Israel di tanah Palestina yang diduduki.

Selain itu, pemegang lisensi eksklusif Puma saat ini dan sebelumnya di Israel beroperasi di pemukiman ilegal Israel. Lebih dari 200 klub olahraga Palestina telah meminta Puma untuk mengakhiri kesepakatan sponsorship dan berhenti mendukung perampasan tanah ilegal yang dilakukan Israel.

"Puma memasarkan dirinya sebagai perusahaan yang peduli terhadap kesetaraan namun tetap mendanai apartheid yang didukung oleh IFA," ujar BDS dalam pernyatannya. 

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI