“Tidaklah seorang hamba yang diserahi Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia meninggal dunia dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, kecuali Allah mengharamkannya masuk surga.” (Hadis riwayat Imam al-Bukhari).
Sementara untuk sifat kedua atau amanah, ini akan berpengaruh pada keputusan yang diambilnya. Pemimpin harus menangani kasus dan problematika yang menjadi tanggung jawabnya serta memperhatikan kepentingan orang banyak.
“Apabila sifat amanah sudah hilang, maka tunggulah terjadinya kiamat”. Orang itu bertanya, “Bagaimana hilangnya amanah itu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat”. (Hadis riwayat Imam al-Bukhari).
Maka dari itu, pemimpin harus memiliki keahlian dalam menata negara, yang akan membawa negara dan rakyat pada kestabilan di berbagai bidang, baik keamanan, ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
Terakhir, pemimpin juga harus fathanah, yang berarti dipercaya. Sifat ini membuat pemimpin dicintai oleh rakyatnya. Hal ini berarti bukan hanya sebagian, tetapi menyeluruh.
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian cintai dan mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (Hadis riwayat Imam Muslim).