Suara.com - Pemilu 2024 serentak di selurh Indonesia dilaksanakan Rabu (14/2/2023) hari ini. Perhelatan pesta demokrasi ini pun menarik perhatian warga dunia.
Pasalnya, kondisi politik di Indonesia dinilai juga bakal berpengaruh pada stabilitas global. Sejumlah kalangan bahkan membedakan pemilu di Indonesia dengan Malaysia dan Singapura, baik secara sistem maupun efektivitasnya. Beda pemilu di Indonesia dengan Malaysia dan Singapura akan dijelaskan di bawah ini.
Pemilu di Malaysia
Negeri Jiran baru saja menggelar pemilu pada November 2022 lalu. Saat itu, Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob baru saja membubarkan parlemen pada 10 Oktober atau sebulan sebelumnya.
Berbeda dengan di Indonesia, Malaysia menganut sistem pemerintahan demokrasi parlementer dan monarki konstitusional dengan peran raja yang dominan dibantu oleh perdana menteri. Menteri bisa meminta pemilu diselenggarakan lebih cepat dalam keadaan – keadaan tertentu kendati normalnya pemilu di Malaysia ini berlangsung lima tahunan.
Pemungutan suara untuk parlemen di Malaysia menganut sistem first-past-the-post'. Partai politik atau koalisi partai politik harus memenangkan sedikitnya 112 kursi untuk bisa membentuk pemerintahan. Jumlah ini merupakan syarat minimal mengingat jumlah kursi di parlemen adalah 222 kursi.
Dari pemilu ini, Anwar Ibrahim terpilih sebagai perdana menteri menggantikan Ismail Sabri Yakob. Masyarakat Malaysia menaruh harapan agar Anwar Ibrahim mampu mengatasi berbagai permasalahan yang melanda negara tersebut, seperti pangan dan finansial.
Pemilu di Singapura
Singapura menjalankan pemilu untuk memperebutkan 89 kursi parlemen pemerintahan pusat yang dibagi dalam 25 kawasan undi atau daerah pemilihan.
Baca Juga: Prabowo-Gibran Unggul Versi Hitung Cepat, Oso Hanura: Banyak Kejanggalan
Kontestasi ini diikuti sembilan partai politik. Perdana Menteri yang menjalankan roda pemerintahan Singapura akan dipilih oleh partai pemenang pemilu. Namun, presiden tetap dipilih oleh rakyat dengan skema yang berbeda.