"Dilarang drone: takut ketahuan. Wajib pemandu: takut nyasar ke ladang. Tutup sementara: masa panen. Perbaikan: masa tanam. Orang hilang: salah jalan masuk ladang," tulisnya.
Pernyataan ini langsung mendapat respons luas dari warganet lainnya yang juga curiga dengan ketatnya regulasi di kawasan tersebut. Netizen lainnya, juga mempertanyakan alasan pelarangan drone yang dianggap berlebihan.
"Nerbangin drone doang mana ngerusak ekosistem, lagian, parah banget oknum," ucap @zuu****.
Dugaan ini semakin kuat setelah fakta persidangan menunjukkan bahwa ladang ganja tersebut bukan hanya sekadar kabar burung.
Persidangan Mengungkap Jaringan Ladang Ganja di Bromo
Pada Selasa, 18 Maret 2025, Pengadilan Negeri (PN) Lumajang kembali menggelar sidang lanjutan atas perkara ladang ganja di TNBTS.
Dalam persidangan tersebut, tiga terdakwa yakni Tomo bin Sutamar, Tono bin Mistam, dan Bambang bin Narto saling bersaksi satu sama lain. Ketiganya berasal dari Dusun Pusung Duwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Fakta yang mengejutkan adalah bahwa Tono ternyata merupakan menantu dari Tomo, menunjukkan bahwa penanaman ganja ini bukan hanya dilakukan oleh individu, melainkan melibatkan hubungan keluarga.
Dalam persidangan, ketiga terdakwa mengaku bahwa mereka mendapatkan bibit ganja dari seseorang bernama Edi, yang hingga kini masih buron.
Baca Juga: Lagi Jadi Omongan, Segini Tarif Terbangkan Drone di Kawasan Gunung Bromo
Edi juga diduga menjadi dalang utama yang menentukan titik-titik penanaman ganja di kawasan konservasi tersebut. Selain itu, segala kebutuhan seperti bibit dan pupuk juga disediakan oleh Edi.