Suara.com - Konser Iskandar Widjaja – The Classical Recital yang digelar pada Sabtu, 19 April 2025 di Usmar Ismail Hall, Jakarta berhasil memukau para penonton dengan keindahan perpaduan musik klasik dunia dan nuansa tradisional Indonesia. Dengan konsep resital klasik bergaya Eropa yang intim, konser ini membawa audiens pada perjalanan musikal yang penuh emosi, kehangatan, dan kedekatan.
Kolaborasi antara Iskandar Widjaja (violin) dan Stephanie Onggowinoto (piano), pianis berbakat lulusan Royal College of Music, London, berhasil menciptakan pengalaman konser yang memukau. Iskandar Widjaja, dengan kemampuan teknik biola yang luar biasa, tampil mempesona dalam konser sepanjang sekitar 2 jam, yang terbagi dalam pertunjukan utama selama 1,5 jam dan istirahat 30 menit.
Lebih dari sekedar pertunjukan, The Classical Recital merupakan perjalanan emosional yang membawa penonton ke dalam kedalaman setiap komposisi, dari karya klasik Edvard Grieg hingga lagu-lagu tradisional Indonesia yang dibawakan dengan sentuhan megah. Di setiap nada yang dimainkan, ada rasa, ada cerita yang terukir dalam keindahan melodi. Ada tawa, ada tangis, dan yang lebih penting, ada koneksi yang terjalin kuat antara sang musisi dan audiens.
Ditemui media sebelum konser berlangsung, lelaki kelahiran Jerman dan berdarah Indonesia itu sempat menceritakan perjalanannya dalam bermusik hingga dikenal luas atas teknik permainan biola yang virtuoso, interpretasi musik klasik yang ekspresif, serta karisma panggung yang memukau.
Menurutnya, di kota kelahirannya, Berlin, Jerman, masyarakatnya sangat mengapresiasi musik klasik.
"Itu negara Bach, Beethoven, Brahms," katanya saat ditemui di Usmar Ismail Hall, Jakarta, Sabtu (19/4/2025).
Cucu dari Udin Widjaya, musisi Indonesia yang sangat terkenal di era Presiden Soekarno itu mengaku telah mendengar alunan music klasik sejak belia dari sang ibu yang belajar piano di Jerman.
"Waktu saya umur tiga tahun, saya ikut ke konser di Jerman, dan saya melihat pertama kali alat musik biola, dan saya pilih mau belajar itu," kata Iskandar yang sejak umur 11 tahun sudah mulai belajar musik sevara professional di College of Music Berlin.
Dengan predikat extraordinary student, Iskandar pergi ke sekolah biasa di pagi hari, dan di sore harinya ia belajar bersama profesor dari kampus tersebut. Bakatnya semakin terasah dengan seringnya ia memenangkan kompetisi musik.
Baca Juga: Jin BTS Siap Temui ARMY Lewat Tur Solo Perdana RUNSEOKJIN_EP.TOUR
Iskandar Widjaja, dengan kehangatan dan keramahan yang ia tampilkan, seakan menyampaikan bahwa konser ini bukan sekadar acara, tetapi sebuah perjalanan bersama, sebuah kenangan yang tak akan terlupakan.
Konser ini membawa penonton dalam perjalanan musikal melalui berbagai lanskap suara, dimulai dengan Sonata No. 3 karya Edvard Grieg yang bernuansa utara Eropa, dilanjutkan dengan karya elegan Valse-Scherzo dari Tchaikovsky, hingga virtuoso Zigeunerweisen karya Sarasate. Pada babak kedua, penonton disuguhkan dengan karya-karya tradisional Indonesia, termasuk Konserto Nusantara, yang dimainkan dengan sentuhan klasik menggunakan biola dan piano.
“Konserto Nusantara”, karya spesial yang dipersembahkan untuk Iskandar Widjaja oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X, menampilkan lagu-lagu daerah Indonesia dalam format megah dan klasik yang memberikan kesan mendalam bagi para penonton.
Konser ini menambah daftar konser internasional yang sukses di Indonesia dan akan dikenang sebagai momen spesial yang menggabungkan musik klasik dunia dengan sentuhan khas Indonesia.
Iskandar sendiri mengakui bahwa lagu-lagu Indonesia sangat cocok dengan alat musik biola. Menurutnya, "Biola sangat melodis, sedikit melakolis mungkin, dan lagu-lagu Indonesia kadang-kadang ada melodi yang sangat indah yang dalam dan melakolis."
Ia mengaku punya kenangan kuat dengan musik Indonesia sejak kecil, salah satunya saat sering mendengarkan rekaman lagu Sepasang Mata Bola dalam versi biola.
“Kalau saya main musik-musik Indonesia di luar negeri, saya merasa mungkin masih ada bagian dari Indonesia dalam diri saya,” ujarnya.
Menurutnya, ada sesuatu yang sangat menyentuh dari gaya musik Asia, termasuk lagu-lagu Indonesia—sesuatu yang terasa sangat khas dan emosional, mirip dengan musik anime.
“Saya lahir di Jerman. Di Indonesia, orang-orang bilang saya orang Jerman. Tapi di Jerman, saya disebut orang Indonesia. Jadi saya seperti campuran di antara keduanya,” katanya.
Penampilan "Indonesia" dengan Sarung Batik

Pada konser kali ini, penampilan Iskandar Widjaja semakin memukau berkat pilihan outfit yang mencerminkan keanggunan dan kekayaan budaya Indonesia. Di sesi pertama, Iskandar tampil dengan outfit karya desainer ternama Poppy Dharsono, mengenakan setelan hitam yang elegan dengan potongan rapi dan detail halus, memberikan kesan klasik yang sangat pas untuk suasana resital musik klasik.
Namun, yang tidak kalah menarik adalah penampilan Iskandar di sesi kedua, di mana ia mengenakan karya Wilsen Willim yang lebih berani dan memadukan sentuhan modern dengan elemen Nusantara. Iskandar memilih outfit yang elegan, dengan desain yang lebih segar namun tetap mempertahankan kesan formal. Yang membuat penampilan ini semakin istimewa adalah tambahan sarung batik yang dipilih sebagai aksen, memberikan nuansa Nusantara yang kental dan membangkitkan kebanggaan akan warisan budaya Indonesia.
Sarung batik yang dikenakan Iskandar dipilih dengan cermat, menonjolkan motif khas batik yang kaya akan makna, dan memberikan sentuhan tradisional yang sangat kuat. Kombinasi antara pakaian formal yang modern dengan batik memberikan keseimbangan antara kesan elegan dan kehangatan budaya Indonesia. Penampilannya di sesi kedua ini tidak hanya mempesona secara visual, tetapi juga menciptakan koneksi emosional yang lebih dalam dengan audiens, mencerminkan keseriusan dan kecintaan Iskandar terhadap budaya Indonesia.
Dengan pilihan outfit yang tepat, Iskandar Widjaja berhasil menambah nilai estetika dan budaya pada konser ini, menjadikan momen tersebut tidak hanya sekedar pertunjukan musik, tetapi juga perayaan kekayaan budaya Indonesia yang begitu indah dan penuh makna.