Suara.com - Kelapa Gading bukan sekadar kawasan hunian dan komersial elite di Jakarta Utara. Di balik deretan ruko, mal modern, dan jalan-jalan besar yang tersusun rapi, tersembunyi jejak rasa yang membentuk identitas kawasan ini selama hampir lima dekade.
Dari kaki lima sederhana hingga restoran legendaris, semuanya berpadu menciptakan sebuah ekosistem kuliner yang hidup dan dinamis. Puncak dari perjalanan panjang ini dirayakan dalam sebuah ekshibisi bertajuk The Gading Archive (TGA).
Ini merupakan sebuah persembahan istimewa dari PT Summarecon Agung Tbk untuk merayakan ulang tahun ke-50 perusahaan dan mengenang perjalanan inspiratif mereka dalam membentuk “Kota Sejuta Makanan.”
"Kami ingin menghadirkan kembali kisah-kisah para pelaku kuliner legendaris, karena mereka bukan hanya menjual makanan, tetapi juga ikut membentuk denyut kehidupan kawasan ini sejak awal mula," ujar Bapak Soegianto Nagaria, Director Summarecon.
Sejak pengembangan awal Summarecon Kelapa Gading pada tahun 1975, kawasan ini telah melalui banyak transformasi. Salah satu momen penting terjadi pada 1983, ketika Soetjipto, pendiri Summarecon, mengajak pedagang kaki lima dari kawasan Pecenongan untuk membuka usaha di sepanjang Jalan Bulevar.

Langkah ini menjadi cikal bakal dari konsep Pujaserba (Pusat Jajan Serba Ada), yang kemudian berevolusi menjadi Food Park (1989), dan akhirnya menjadi Gading Food City di tahun 2000. Inisiatif ini bukan hanya menata ulang kawasan, tetapi juga memperkenalkan pendekatan baru dalam mengelola dan merayakan potensi kuliner lokal.
The Gading Archive adalah puncak dari dedikasi itu, bukan hanya sebagai perayaan rasa, tetapi juga upaya pelestarian budaya kuliner. "TGA adalah sebuah pengingat bahwa setiap hidangan punya cerita, dan cerita itu layak untuk diteruskan ke generasi selanjutnya," tambah Soegianto.
Diselenggarakan mulai 24 Mei hingga 29 Juni 2025 di GAFOY Pop-Up Space, Summarecon Mall Kelapa Gading, TGA menampilkan ekshibisi multimedia yang menggugah rasa dan memori.
Sebanyak 20 vendor kuliner legendaris dan ikonik dipilih secara kuratif, menghadirkan foto, video, dan kisah perjalanan mereka dari dapur hingga menjadi ikon rasa.
Baca Juga: Ramen Korea Mendominasi Tren Makanan di Kalangan Anak Muda Indonesia, Suka Eksplorasi Rasa Baru!
Mulai dari Bakmi Tan, Wiro Sableng, hingga Christy Pudding, semuanya berkisah tentang ketekunan, inovasi, dan loyalitas terhadap cita rasa asli. Tidak hanya menyentuh nostalgia, The Gading Archive juga memberi ruang bagi kuliner kekinian dan lintas generasi.
Melalui kategori seperti “Only in Gading,” “Hidden Gem,” “Local’s Choice,” dan “Will Travel For,” TGA mengajak pengunjung untuk menemukan kembali warisan rasa yang unik dan terkadang tersembunyi di balik jalan-jalan Kelapa Gading.
Di antara nama-nama yang menarik perhatian adalah Martabak Bong Ngian, Ippeke Komachi, hingga Sate Afrika H. Ismail Coulibaly, yang menjadi simbol keberagaman rasa di satu kawasan.
Sebagai bentuk interaksi, pengunjung diajak untuk mengikuti program Passport Food Tour, sebuah petualangan kuliner interaktif dengan hadiah menarik mulai dari merchandise eksklusif hingga kamera Fujifilm Instax.
Ada pula berbagai aktivitas DIY seperti meracik kopi drip, membuat gantungan akrilik, dan eksplorasi rempah-rempah nusantara.
The Gading Archive bukan sekadar pameran, tetapi sebuah platform untuk mengabadikan peran pelaku industri makanan dan minuman, sekaligus membangun kesadaran baru akan pentingnya menjaga dan meneruskan warisan kuliner kepada generasi muda.