Suara.com - Di tengah berbagai tantangan dunia pendidikan, upaya untuk meningkatkan kualitas literasi siswa Indonesia kini mendapat angin segar melalui Program STIR (Sistem Pendidikan Terpadu untuk Inovasi dan Karakter).
Program yang merupakan hasil kolaborasi STiR Education (STiR) dan Yayasan Bakti Barito ini menunjukkan bukti nyata bahwa pendekatan yang fokus pada motivasi guru, praktik profesional, dan keterlibatan sistemik mampu menciptakan perubahan positif di ruang-ruang kelas Indonesia.
Sejak dicanangkan pada 2022 dan diampu oleh Yayasan Bakti Pendidikan Unggul, Program STIR telah menjangkau ribuan guru dan siswa dengan satu tujuan utama, membangkitkan motivasi dan karakter untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna.
Hasil evaluasi terbaru yang dilakukan oleh tim independen dari Deloitte dan ditinjau oleh Profesor Nishith Prakash dari Northeastern University memberikan harapan besar. Peningkatan literasi siswa mencapai angka 16,4% di sekolah-sekolah mitra Program STIR dibandingkan dengan sekolah non-mitra.
Ini menjadi indikator kuat bahwa perubahan yang dilakukan melalui program ini bukan sekadar wacana, tetapi sudah memberikan dampak nyata di lapangan.
“Hasil evaluasi dari Indonesia menunjukkan tanda-tanda yang jelas dan menggembirakan bahwa program ini efektif. Kami menemukan peningkatan dalam literasi, dan fokus pada motivasi guru dan sistem pembelajaran tampaknya menciptakan perubahan yang berarti dalam praktik pembelajaran di kelas. Ini adalah model yang menjanjikan untuk perbaikan sistem skala besar,” ujar Profesor Nishith Prakash.
Pandangan ini sekaligus menegaskan bahwa pendekatan STIR yang menyasar akar permasalahan di ruang kelas layak menjadi contoh bagi reformasi pendidikan di tingkat nasional.
Tak hanya soal literasi, evaluasi juga menunjukkan dampak positif dalam aspek sosial dan karakter siswa. Di sekolah-sekolah mitra STIR, 42,3% siswa mengaku memiliki hubungan lebih erat dengan teman sebaya, dan 15,7% menunjukkan dorongan lebih besar untuk bersikap proaktif.
Hal ini mencerminkan bagaimana pendekatan STIR tidak hanya memperbaiki kemampuan akademik, tetapi juga membangun iklim sekolah yang lebih positif, inklusif, dan kolaboratif.
Baca Juga: Perluas Akses Pendidikan di Tangerang Selatan, Anak Mitra Driver Ojol Dapat 50 Ribu Buku
Program ini juga terbilang efisien dari sisi biaya. Dengan investasi kurang dari Rp16.300 per anak per tahun, Program STIR mampu memberikan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan.
Bahkan, pengembalian investasi sosial (SRoI) yang dihasilkan mencapai £6.88 untuk setiap £1 yang diinvestasikan. Ini menjadi bukti bahwa perubahan sistemik yang berdampak tidak harus selalu mahal.
“Dengan menjalin kemitraan bersama STiR Education, kami memilih untuk tidak membuat sistem baru, melainkan memanfaatkan sistem yang sudah ada serta memberikan solusi berbiaya rendah dengan dampak yang terukur,” jelas Dian A. Purbasari, Direktur Yayasan Bakti Barito.
Di tingkat daerah, hasil program ini pun sudah mulai terlihat. Kabupaten Lumajang misalnya, berhasil mengubah sejumlah indikator di Rapor Pendidikan dari kuning menjadi hijau.
Sementara itu, di Kota Kediri dan Lumajang, kelompok kerja telah dibentuk untuk memastikan semua aktivitas Program STIR sejalan dengan prioritas kota, kabupaten, dan nasional.
Hal ini menjadi bukti bahwa pendekatan kolaboratif dengan pemerintah daerah berperan penting dalam keberhasilan program. Menurut Yoni Nurdiansyah, Direktur Eksekutif Program STIR di Indonesia, keberhasilan program ini tidak lepas dari sinergi berbagai pihak.