Suara.com - Papua kaya akan budaya dan alam. Tapi selama ini, pengalaman tentang Papua kerap hanya ditemui dari kejauhan, melalui foto, cerita, atau produk yang tak banyak dikenal luas.
Potensi lokal yang dimiliki masyarakat adat sering terhenti di kampungnya sendiri. Padahal, produk dan cerita mereka menyimpan identitas yang kuat.
Kini, wajah Papua bisa langsung dirasakan dari tempat pertama yang menyambut pengunjung di tanah Papua: Bandara Domine Eduard Osok (DEO), Sorong.
Di sana hadir Doberai Lounge & Gallery, ruang perjumpaan antara kreativitas lokal dan panggung nasional hingga global.
“Masyarakat adat sudah impikan bagaimana keterampilan kami, masakan kami, budaya dan cerita kami tentang hutan dan laut bisa dinikmati oleh semua orang. Kami berterima kasih kepada Tuhan dan seluruh pihak yang sudah membantu mewujudkan mimpi masyarakat adat ini,” kata Pendeta Paulus Sapisa, Ketua Dewan Adat Suku Besar Moi, saat peresmian Doberai Lounge and Gallery (24/6/2025), dalam keternagan yang diterima Suara.com baru-baru ini.

Doberai Lounge diinisiasi oleh Yayasan EcoNusa dan menjadi pintu otentik menuju pengalaman Papua. Tidak hanya sekadar tempat menunggu penerbangan, lounge ini menjadi ruang yang menyatukan cerita, cita rasa, dan identitas.
Lebih dari 50 produk UMKM dan komunitas adat dari Sorong Selatan, Tambrauw, Fakfak, Manokwari, Merauke, Jayapura, hingga Raja Ampat ditampilkan di sana. Semua produk dikurasi dengan pendekatan naratif agar pengunjung mengenal kisah di baliknya.
Tidak berhenti di produk, Doberai juga menyajikan kuliner khas Papua. Menu seperti sinole, keladi tumbuk, dan ikan asar disiapkan oleh tangan-tangan lokal. Bahan bakunya pun berasal dari hutan, kebun, dan laut Papua.
“Di Doberai, kami sajikan makanan lokal yang dihasilkan oleh masyarakat adat. Bahan bakunya dari tanah dan laut masyarakat adat. Di sini dihadirkan makanan tradisional seperti sinole, keladi tumbuk, mie sagu dan ikan asar,” kata CEO EcoNusa, Bustar Maitar.
Baca Juga: Harapan dari Tiga Hutan Tropis Dunia: Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal Bersatu di Brazzaville
Ruang ini menjadi simbol nyata dari semangat ekonomi restoratif. Sebuah model pembangunan yang mengakar pada masyarakat adat dan mendukung hak mereka atas ruang hidup serta penguatan ekonomi dari bawah.
Suardi Tamal, Kepala Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Papua Barat Daya, menyebut kolaborasi antara pemerintah, NGO, dan masyarakat adat seperti ini harus terus dijaga.
“Ini adalah bentuk kolaborasi yang harus terus dijaga antara pemerintah, NGO dan masyarakat adat. Kolaborasi seperti ini yang juga membuat kami pemerintah akan terus berupaya memfasilitasi masyarakat adat untuk terus berkembang,” ujarnya.
Sementara Kelly Kambu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan Provinsi Papua Barat Daya, menilai kehadiran Doberai Lounge sebagai harapan baru bagi Orang Asli Papua (OAP).
“OAP seringkali hilang harapan, dan dengan adanya galeri masyarakat adat ini seakan menjadi harapan baru untuk Merauke. Kalau menunggu pemerintah kan butuh waktu, jadi kami sangat mengapresiasi dan akan terus mendukung kolaborasi ini,” ungkap Kelly.
Harapan itu juga datang dari pelaku usaha kecil. Salah satunya Yuyun Yunita, pendiri Sinagi Papua, yang merasa impiannya menemukan jalan keluar lewat kehadiran Doberai.
“Saya sangat bahagia dan tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Karena sebenarnya masalah kami itu selalu di hilir. Dan ini adalah solusi yang kami harapkan. Kami sangat berterima kasih sekali untuk semuanya yang sudah mendukung,” kata Yuyun.
Di tengah geliat pariwisata Papua, Doberai Lounge & Gallery bukan hanya menampilkan kekayaan lokal. Ia hadir sebagai ruang penghargaan terhadap masyarakat adat sebagai penjaga hutan, laut, budaya, dan masa depan.
Dengan semangat "Your Papuan Experience Starts Here", pengalaman tentang Papua kini dimulai dari langkah pertama di bandara, langsung dari tangan dan cerita mereka yang merawatnya selama ini.