Suara.com - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) akan memasukkan pengolahan sampah ke dalam kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah.
Kebijakan ini disampaikan langsung oleh Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, dalam pertemuannya bersama jajaran Kepala Pusat Kementerian Lingkungan Hidup Bali Nusra, Ni Nyoman Santi, sebagaimana disampaikan melalui siaran pers di Mataram, Kamis.
Iqbal menilai selama ini budaya memilah sampah masih sangat rendah di tengah masyarakat. Hal itu pula yang menurutnya menyebabkan biaya pengolahan sampah menjadi tinggi.
"Budaya kita kalau mengolah sampah tanpa pemilahan, ini biayanya akan mahal (kalau memilah)," kata Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal.

Ia menyebut, kurangnya kebiasaan memilah sampah di rumah tangga menjadi dasar bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk merancang kurikulum baru.
Dalam kurikulum tersebut, akan ada mata pelajaran yang secara langsung menunjukkan dampak dari sampah yang tidak diolah dengan benar kepada para siswa.
"Ada mata pelajaran yang nanti melihat dari dekat dampak dari sampah ketika tidak diolah dengan benar. Supaya mereka (siswa) paham," tegas Iqbal.
Gubernur yang juga mantan Duta Besar Indonesia untuk Turki itu mengatakan Pemprov NTB juga sedang memikirkan pengembangan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional seperti yang ada di Lombok Barat dan Kota Mataram.
Tujuannya agar intervensi dari pemerintah provinsi bisa dilakukan lebih maksimal.
Baca Juga: Sekolah Rakyat Pakai AI buat Tes Bakat Siswa, M Nuh: Dimana-mana Belum Ada
"Supaya provinsi bisa intervensi lebih dalam," ujarnya.
Iqbal juga menyinggung persoalan sampah di destinasi wisata unggulan NTB seperti Gili Trawangan. Ia menyebut kawasan tersebut membutuhkan pembenahan menyeluruh, terutama dari aspek pengelolaan sampah.
"Mereka (pelaku pariwisata) sudah siap, tinggal dukungan dari kita. Berikutnya semua harus punya tong sampah dan truk pembersih sampah," katanya.
Sementara itu, Kepala Pusat Kementerian Lingkungan Hidup Bali Nusra, Ni Nyoman Santi, menyebut kedatangannya ke NTB bertujuan untuk membahas pengelolaan TPA yang masih menggunakan sistem open dumping.
Ia menekankan pentingnya pembinaan langsung ke kabupaten/kota untuk membangun sistem pengelolaan terpadu, termasuk bank sampah.
"Ini perlu pembinaan langsung ke kabupaten/kota dengan bank sampah, membangun tempat pembuangan sampah terpadu," katanya.
Santi juga menambahkan bahwa tidak semua sampah boleh langsung dibuang ke TPA. Hanya yang tersisa setelah proses daur ulang yang boleh masuk ke sana. Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan industri dalam proses ini.
"Hanya sisanya yang boleh dibuang ke TPA. Melibatkan pabrik yang menghasilkan produk-produk yang menghasilkan sampah, mereka harus bertanggung jawab ikut mengolah," sambungnya.
Sebagai catatan, sistem open dumping merupakan metode pembuangan sampah tanpa perlakuan apa pun dan hanya ditumpuk di area terbuka.
Sistem ini dikenal berbahaya karena mencemari lingkungan, menyebabkan masalah kesehatan, serta berkontribusi terhadap perubahan iklim. Pemerintah Indonesia telah melarang praktik ini dan mendorong sistem yang lebih aman seperti sanitary landfill.