Belajar dari Kasus Cerai Andre Taulany: Jerat Hukum dan Trauma Anak Jika Jadi Saksi Perceraian

Selasa, 05 Agustus 2025 | 14:34 WIB
Belajar dari Kasus Cerai Andre Taulany: Jerat Hukum dan Trauma Anak Jika Jadi Saksi Perceraian
Andre Taulany dan Rien Wartia (Instagram/erintaulany)

Suara.com - Komedian Andre Taulany murka ketika istrinya, Rien Wartia Trigina alias Erin Taulany, menjadikan ketiga anaknya sebagai saksi perceraian di Pengadilan Agama (PA) Tigakarsa, Tangerang, pada Senin (4/8/2025) kemarin.

Andre menolak permintaan istrinya itu secara tegas. Ia tidak mau anak-anaknya terlibat dalam masalah orang tua, terlebih usia ketiganya masih di bawah umur.

"Anak-anak saya tolak, tidak boleh ikut-ikutan dalam persoalan ini. Tidak boleh dong (jadi saksi), anak di bawah umur," tutur Andre usai keluar dari ruang sidang.

Mengenai hal itu, Humas PA Tigakarsa menjelaskan bahwa anak-anak memang tidak diperkenankan untuk menjadi saksi sidang cerai.

"Kami memang mendengar tadi dari ketua majelis bahwasannya coba itu (anak) diajukan untuk saksi, tapi berdasarkan aturan, untuk anak ini tidak diperkenankan kecuali kerabat seperti bibi atau tante," kata humas PA Tigaraksa, Mohamad Sholahudin, dikutip dari tayangan YouTube Cumicumi.

Potret harmonis Andre Taulany dan Rien Wartia Trigina alias Erin Taulany dengan ketiga anaknya, yaitu Ardio Raihansyah Taulany, Arkenzy Salmansyah Taulany, dan Arlova Carissa Taulany (Instagram/erintaulany)
Potret harmonis Andre Taulany dan Rien Wartia Trigina alias Erin Taulany dengan ketiga anaknya, yaitu Ardio Raihansyah Taulany, Arkenzy Salmansyah Taulany, dan Arlova Carissa Taulany (Instagram/erintaulany)

Diketahui, tiga anak Andre Taulany ada yang masih di bawah umur. Anak pertama Ardio Raihansyah Taulany berusia 19 tahun, anak kedua Arkenzy Salmansyah Taulany berumur 16 tahun, dan anak bungsunya Arlova Carissa Taulany berusia 14 tahun.

Berdasarkan penjelasan Humas PA Tigakarsa, benarkah anak-anak tidak bisa menjadi saksi sidang perceraian orang tua mereka? Simak penjelasan di bawah ini terkait saksi dalam kasus perceraian.

Aturan Saksi dalam Hukum Acara Perdata

Pada dasarnya, proses pembuktian dalam sidang perceraian memerlukan saksi. Saksi adalah orang yang melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu peristiwa.

Baca Juga: Pengadilan Tegas Tolak Permintaan Istri Andre Taulany Jadikan Anak Saksi Kasus Cerai

Meskipun Hukum Acara Perdata (HIR) dalam Pasal 145 sebenarnya melarang keluarga sedarah atau semenda menjadi saksi, ada pengecualian penting.

Untuk perkara yang menyangkut hukum perdata privat seperti perceraian, keluarga justru diperbolehkan bersaksi.

Logikanya sederhana, perselisihan dalam rumah tangga adalah ranah privat, dan seringkali hanya anggota keluarga yang mengetahui secara langsung duduk perkaranya.

Hal ini juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, yang menyatakan pengadilan dapat mendengar keterangan dari pihak keluarga dan orang-orang terdekat pasangan untuk memahami akar perselisihan.

Berdasarkan aturan ini, secara teknis, anak kandung bisa diajukan sebagai saksi.

Dilema Usia dan Perlindungan Psikologis Anak

Meski secara hukum acara diperbolehkan, menghadirkan anak sebagai saksi menyimpan dilema besar, terutama terkait usia dan dampak psikologis. Di sinilah letak pertimbangan utama hakim.

Berikut adalah poin-poin krusial yang menjadi pertimbangan:

- Batas Usia: Menurut Pasal 145 HIR/172 RBg, seorang anak yang telah berusia 15 tahun ke atas secara hukum boleh menjadi saksi dan keterangannya diambil di bawah sumpah.

- Di Bawah Umur 15 Tahun: Jika anak berusia di bawah 15 tahun, mereka tetap bisa didengar keterangannya, namun tidak di bawah sumpah. Keterangan mereka tidak dianggap sebagai kesaksian penuh, melainkan sebagai petunjuk atau informasi tambahan bagi hakim.

- Prioritas Kesejahteraan Anak: Di atas semua aturan formil, ada Undang-Undang Perlindungan Anak yang menjadi benteng utama. Hakim memiliki kewajiban untuk melindungi anak dari tekanan mental dan konflik loyalitas.

Memaksa anak untuk "memilih" atau bersaksi melawan salah satu orang tuanya dapat menimbulkan trauma mendalam.

Itulah sebabnya banyak hakim yang sangat berhati-hati dan cenderung menyarankan agar tidak melibatkan anak sebagai saksi.

Para praktisi hukum pun kerap mendorong agar orang tua mencari saksi lain, seperti kerabat dewasa atau asisten rumah tangga, untuk meminimalisir dampak buruk pada anak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI