Hancur Lebur! Film Merah Putih: One for All Hanya Dapat Rating 1.0 di IMDb

Yasinta Rahmawati Suara.Com
Rabu, 20 Agustus 2025 | 15:55 WIB
Hancur Lebur! Film Merah Putih: One for All Hanya Dapat Rating 1.0 di IMDb
Rating Film Merdeka One For All di IMDB, Hanya Dapat Rating 1.0 dari 10 (IMDB)

Suara.com - Film Merah Putih: One for All sempat digadang-gadang oleh sang kreator sebagai salah satu karya animasi Indonesia yang akan mengangkat semangat kemerdekaan dengan balutan kisah modern.

Namun, alih-alih menuai pujian, film ini justru menuai sorotan tajam. Di situs penilaian film internasional IMDb, Merah Putih: One for All hanya meraih rating 1.0 dari 10.

Rating ini sontak memicu kehebohan di kalangan penikmat film, baik dalam negeri maupun mancanegara.

Fenomena ini menimbulkan berbagai pertanyaan. Bagaimana mungkin film yang digarap dengan dukungan promosi besar-besaran bisa jatuh ke titik terbawah dalam hal penilaian publik?

Apa saja faktor yang membuat penonton memberikan respons negatif hingga menekan tombol rating satu bintang tanpa ragu?

Kualitas Film Merah Putih: One for All 

Tak hanya masalah kualitas film, aspek kontroversi seputar jalan cerita, eksekusi, hingga sentimen publik terhadap isu-isu tertentu yang dibawa film ini semakin memperkeruh situasi.

Salah satu alasan utama yang sering disebut penonton adalah kualitas cerita yang dianggap dangkal dan klise.

Alih-alih menghadirkan narasi baru tentang semangat kemerdekaan, film ini justru dianggap hanya mengulang pola lama dengan bumbu drama berlebihan. Banyak penonton merasa plotnya dipaksakan, dengan dialog yang kaku dan jauh dari realitas.

Baca Juga: Alasan Raffi Ahmad Tetap Dukung Film Kartun Merah Putih One For All: Saya Belum Nonton!

Dari sisi teknis, kritik juga diarahkan pada sinematografi dan efek visual yang dianggap kurang memadai untuk sebuah film dengan promosi besar.

Editing yang terburu-buru, alur yang lompat-lompat, serta penggunaan musik latar yang tidak konsisten membuat pengalaman menonton terasa membingungkan.

Tak sedikit pula penonton yang menyoroti kualitas akting para pemain. Beberapa aktor dinilai tidak mampu membawakan emosi yang kuat, sehingga momen dramatis yang seharusnya menggetarkan justru terasa hambar.

Hal ini semakin memperkuat persepsi bahwa film tersebut tidak sesuai ekspektasi besar yang dibangun sejak awal.

Selain masalah teknis dan cerita, kontroversi juga memainkan peran besar dalam jatuhnya rating film ini.

Beberapa adegan dinilai menyinggung isu-isu sensitif, termasuk penggambaran tokoh sejarah yang dianggap tidak akurat dan cenderung menyepelekan nilai-nilai perjuangan.

Hal ini membuat sebagian penonton merasa tersinggung dan kecewa.

Aksi Down Voting 

Di media sosial, muncul gerakan down voting massal sebagai bentuk protes terhadap film ini. Ribuan akun secara serentak memberikan rating terendah di IMDb untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka.

Fenomena ini mempercepat anjloknya skor film hingga ke titik terendah, yaitu 1.0 dari 10.

Tak berhenti di situ, beberapa kontroversi juga muncul dari sisi promosi film. Trailer yang dipublikasikan sebelum penayangan sempat dianggap menipu, karena memberikan gambaran yang jauh lebih menjanjikan dibandingkan hasil akhirnya.

Hal ini semakin menambah rasa dikhianati di kalangan penonton.

Rating rendah ini tentu menjadi pukulan telak, baik bagi para pembuat film maupun industri perfilman Indonesia secara umum.

Film yang semestinya menjadi kebanggaan justru menjadi bahan olok-olok di forum internasional. Banyak yang menilai kegagalan Merah Putih: One for All dapat menjadi pelajaran penting tentang pentingnya riset, sensitivitas terhadap sejarah, serta kualitas eksekusi produksi.p

Meski demikian, ada pula pihak yang berpendapat bahwa rating rendah tidak selalu mencerminkan kualitas sebuah film secara keseluruhan.

Terkadang, faktor eksternal seperti sentimen politik, isu sosial, hingga tren boycott culture juga berpengaruh. Namun, dalam kasus ini, kombinasi antara kualitas yang dianggap lemah dan kontroversi besar membuat film sulit bangkit dari penilaian buruk.

Kasus Merah Putih: One for All menunjukkan betapa besar pengaruh publik terhadap keberhasilan sebuah film di era digital. Sekali reputasi jatuh akan sangat sulit untuk mengembalikannya, terlebih jika film tersebut sudah telanjur mendapat cap sebagai "film terburuk".

Meski menyakitkan, hal ini bisa menjadi pengingat bagi sineas untuk lebih berhati-hati dalam menggarap karya, terutama yang berkaitan dengan tema sensitif seperti sejarah dan nasionalisme.

Dengan rating 1.0 di IMDb, Merah Putih: One for All akan tercatat dalam sejarah perfilman Indonesia bukan sebagai karya monumental, melainkan sebagai pelajaran penting bahwa ekspektasi tinggi harus dibarengi dengan kualitas yang sepadan.

Kontributor : Dea Nabila

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI