Suara.com - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menganggap orang-orang yang menyerukan pembubaran DPR merupakan "orang tolol sedunia". Padahal, tidak sedikit rakyat yang menyerukan hal itu.
"Orang yang cuman mental bilang bubarin DPR, itu adalah orang tolol sedunia," ujar Ahmad Sahroni usai Kunjungan Kerja (Kunker) di Polda Sumut, pada Jumat (22/8/2025) pekan lalu.
Setelah ramai penghinaan tersebut, Ahmad Sahroni pun memberi klarifikasi. Ia menegaskan bahwa orang tolol yang dimaksud adalah oknum-oknum yang berupaya membubarkan DPR.
"Bagi pihak-pihak yang mengatakan upaya bubarin DPR, yang gue bilang mental tolol sedunia itu pihak-pihak, bukan konotasinya 'masyarakat yang ngomong bubar itu tolol'. Itu salah, gue ini enggak ada bahasa itu," belanya kepada Suara.com, Selasa (26/8/2025).
Pernyataan tersebut membuat publik semakin tersulut. Terlebih, belakangan ini beberapa anggota DPR RI memberi pernyataan yang dinilai blunder.
![Anggota DPR Komisi III dari Fraksi Nasdem Ahmad Sahroni mengungkapkan kegeraman akan berlarutnya eksekusi terhadap Silfester Matutina yang saat ini belum dilaksanakan kejaksaan. [Suara.com/Bagaskara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/19/73493-ahmad-sahroni.jpg)
Dari pernyataan Ahmad Sahroni tersebut, apakah orang-orang mengkritik pemerintah demi kesejahteraan bersama benar-benar tolol? Siapa sebenarnya orang yang dianggap tolol sedunia itu? Mari kita bahas hal ini dalam kacamata Islam.
Siapa Orang Paling Tolong Sedunia?
Mengacu kitab al-Arba’in fii Ushuuliddin, tokoh besar Imam al-Ghazali mengatakan bahwa orang yang paling bodoh adalah mereka yang terlalu mencintai dunia.
"Ketahuilah bahwa orang yang telah merasa nyaman dengan dunia, sedangkan paham bahwa ia akan meninggalkannya, maka dia termasuk kategori orang yang paling bodoh," jelas Imam al-Ghazali.
Baca Juga: Curhat Dihina usai Sebut 'Rakyat Tolol', Sahroni Makin Di-bully Publik: Cemen Lu, Unfollow Ah!
Islam tidak melarang umatnya untuk menikmati kehidupan dunia. Justru, Islam memberikan kebebasan bagi setiap individu untuk memiliki kekayaan, asalkan diperoleh dengan cara yang halal.
Kenikmatan duniawi pun bukan sesuatu yang dilarang, melainkan boleh dinikmati selama tetap berada dalam koridor syariat.
Seorang Muslim tetap bisa mencapai derajat takwa meskipun memiliki kekayaan melimpah dan hidup bersama istri-istrinya. Ia memposisikan harta sebagai alat di tangannya, bukan sebagai sesuatu yang menguasai hatinya.
Prinsip tersebut akan membuat seseorang terhindar dari sifat kikir, pelit, dan rasa takut kehilangan kenikmatan duniawi.
Allah SWT telah memberikan peringatan bahwa mereka yang terjebak dalam kecintaan berlebihan terhadap dunia, salah memahami hakikatnya, dan enggan membelanjakan hartanya di jalan kebaikan, kelak akan menyesal saat ajal menjemput.
Hal itu telah dijelaskan secara gamblang di Qur'an surat Al-Munafiqun ayat 9 hingga 11.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.
"Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: ”Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih.”
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan," bunyi arti dari ayat 9 hingga 11 QS al-Munafiqun.