- Demo mahasiswa di Yogyakarta pada 1 September 2025 dikawal oleh banyak lurah.
- Para lurah ini mengenakan atasan batik lurik dan kain jarik yang mencuri perhatian netizen.
- Setelah ditelusuri, batik lurik memiliki makna istimewa, lho. Apa maknanya?
Suara.com - Ada yang menarik dari aksi demo mahasiswa di Yogyakarta pada awal 1 September 2025. Kemunculan Lurah mengenakan batik lurik untuk mengawal demo mahasiswa menarik perhatian publik.
Lantas, apa makna batik lurik dipakai lurah Yogyakarta kala kawal demo mahasiswa pada Senin, 1 September 2025?
Demo mahasiswa di Yogyakarta disorot bukan hanya karena jumlah massa yang turun ke jalan, tapi juga karena cara unik pengamanannya.
Para lurah di seluruh Yogyakarta, atas arahan Sri Sultan Hamengkubuwono X dan KPH Yudhanegara, ikut terjun langsung mengawal aksi dengan mengenakan busana lurik dan jarik.
Kehadiran mereka membuat jalannya demo berlangsung damai, adem, dan kondusif.
Fenomena ini mengingatkan kita pada makna mendalam di balik kain batik lurik yang digunakan para lurah selama mengawal demo.
Lurik sendiri bukan sekadar kain bergaris, melainkan simbol budaya, filosofi, sekaligus jati diri masyarakat Jawa, khususnya Yogyakarta.
Sejarah Singkat Batik Lurik
Nah, mari kita pelajari dulu sejarah singkat batik lurik agar menjadi lebih mudah memahami makna filosofis batik lurik. Lurik berasal dari kata Jawa "lorek" yang berarti garis.
Sejak zaman Majapahit, lurik sudah dikenal sebagai kain tenun sederhana dengan motif garis-garis. Relief Candi Borobudur bahkan menggambarkan aktivitas menenun kain lurik.
Baca Juga: Demo DPR 'Adem Ayem': Mahasiswa Tinggalkan Lokasi, Apa Pesan Mereka?
Awalnya lurik dipakai sebagai selendang atau alat pembawa barang, lalu berkembang menjadi busana sehari-hari masyarakat Jawa.
Seiring waktu, lurik juga masuk ke lingkungan keraton sebagai pakaian resmi maupun perlengkapan upacara adat.
Filosofi dan Makna Batik Lurik
Kain lurik tidak hanya berfungsi sebagai busana, tetapi juga sarat makna filosofis. Garis-garis lurik yang teratur melambangkan keseimbangan, harmoni, dan perlindungan.
Dalam tradisi Jawa, lurik dipercaya memiliki kekuatan mistis. Motif tertentu dipakai untuk menolak bala, memberi kewibawaan, atau dipakai dalam upacara khusus seperti mitoni (tujuh bulanan).
Misalnya motif kluwung digunakan untuk menolak bala. Ada pula motif pletek biasa dipakai bangsawan untuk menambah wibawa.
Jenis lainnya ada motif tujuh lipatan melambangkan kekuatan dan penolak kemalangan. Artinya, lurik bukan sekadar kain, melainkan doa yang dijahit dalam garis-garisnya.
Batik Lurik dalam Aksi Demo Yogyakarta
Dalam konteks aksi demo Yogya, ketika para lurah di Yogyakarta mengenakan lurik dan jarik saat mengawal demo mahasiswa, ada makna simbolis yang kuat.
Mereka tidak hanya hadir sebagai aparat pamong praja, tetapi juga sebagai penjaga budaya dan harmoni sosial.
Berdasarkan situs batikprabuseno.com, lurik menjadi simbol keteduhan, keteraturan, dan perlindungan.
Dengan busana tradisional ini, pesan yang ingin disampaikan jelas: aksi protes bisa berjalan damai tanpa kekerasan, sesuai karakter masyarakat Yogyakarta yang menjunjung tinggi kearifan lokal.
Tidak heran jika banyak warganet menyebut demo Jogja kali ini "adem ayem".
Lurah-lurah dengan lurik dan jarik seolah menjadi pagar budaya yang menenangkan situasi, sekaligus memperlihatkan bagaimana kearifan tradisi bisa tetap relevan dalam konteks sosial-politik modern.
Meski berakar kuat pada tradisi, lurik dapat terus beradaptasi dengan zaman. Kini banyak desainer fashion memodifikasi lurik menjadi busana modern, mulai dari blazer, gaun, hingga aksesori.
Popularitasnya semakin meningkat karena lurik dianggap mampu memadukan kesederhanaan dan keanggunan.
Hal ini membuktikan bahwa lurik bukan hanya warisan budaya, tetapi juga identitas yang terus hidup dan berkembang, baik di panggung mode maupun di ranah politik Yogyakarta.
Batik lurik bisa menjadi sebuah perekat sosial, peneduh suasana, sekaligus simbol perdamaian.
Batik lurik yang dipakai bukan hanya kain tradisional, melainkan wujud filosofi Jawa tentang keseimbangan, perlindungan, dan harmoni.
Dari keraton hingga jalan raya, lurik dapat menjaga identitas Jogja sebagai kota yang damai, nyaman, dan berbudaya sekalipun sedang menyampaikan protes kepada kebijakan yang dapat menyengsarakan rakyat.
Di saat yang sama, karena pemakainya para lurah, ini dapat dimaknai bahwa lurah yang notabene para pemimpin rakyat di desa setuju dengan pendapat rakyat tetapi mereka menyampaikan protes dengan cara damai, sesungguhnya tidak ingin ada yang menjadi korban seperti yang sudah terjadi.
Demikian itu makna batik lurik yang dipakai lurah Yogyakarta kawal demo mahasiswa. Semoga damai sejahtera untuk kita semua.
Kontributor : Mutaya Saroh