Suara.com - Terdakwa kasus suap perkara Pilkada Lebak Banten di Mahkamah Konstitusi, Ratu Atut Chosiyah dituntut penjara sepuluh tahun penjara oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (11/8/2014).
Ratu Atut dinilai Jaksa selaku Gubernur Banten tidak memberikan contoh untuk mendukung program pemberantasan korupsi.
"Hal-hal yang memberatkan adalah terdakwa selaku Gubernur Banten tidak memberikan contoh untuk mendukung program pemerintah untuk terciptanya pemerintah yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme, terdakwa menciderai lembaga peradilan, utamanya Mahkamah Konstitusi dan terdakwa tidak terus terang mengakui perbuatannya," kata jaksa Edi Sutoyo di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selatan, Senin(11/8/2014).
Tuntutan tersebut berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara.
"Terdakwa sebagai pengurus dewan pimpinan pusat Partai Golkar seharusnya politisi senior dan memberikan contoh yang baik tapi malah melakukan perbuatan suap di MK," ungkap Edy.
Menanggapi tuntutan tersebut, penasihar hukum terdakwa, TB Sukatama menilai tuntutan tersebut sangat berlebihan, karena tidak hanya tuntutannya tinggi tetapi juga hak-hak pribadi kliennya dicabut.
"Sepuluh tahun itu sangat berlebihan, nanti akan kita sampaikan di nota pembelaan, mereka seenaknya saja mencabut hak dipilih dan memilih klien kami, tetapi mereka tidak mempertimbangkan kesaksian Susi Tur Handayani dan Wawan sebagai saksi kunci," kata Sukatama setelah sidang selesai.