Paksakan Mega Jadi Ketum Seumur Hidup, PDIP Bisa Alami Pembusukan

Esti Utami Suara.Com
Sabtu, 10 Januari 2015 | 08:49 WIB
Paksakan Mega Jadi Ketum Seumur Hidup, PDIP Bisa Alami Pembusukan
Rakernas PDIP beberapa waktu lalu. (Antara/R Rekotomo)

Suara.com - PDI Perjuangan terancam mengalami pembusukan apabila kalangan internal partai tidak bisa memodernisasi diri dan tetap memaksakan Megawati Soekarnoputri menjadi ketua umum seumur hidup.

"Imbas politiknya, lama-lama PDI-P menjadi busuk apabila tidak bisa memodernisasi internal dengan tetap mengusung Megawati (sebagai ketua umum kembali, red.)," kata pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago, Sabtu (10/1/2015) pagi.

Pangi menilai modernisasi di internal PDI-P mungkin bisa terganggu apabila partai itu tetap "ngotot" memaksakan Megawati menjadi ketua umum seumur hidup. Menurut dia, Megawati adalah ketua umum terlama di Indonesia dan hal tersebut menjadi catatan penting terkait dengan regenerasi kepemimpinan partai.

"Partai politik sebagai pilar demokrasi, namun jangan sampai partai bergeser tidak terkendali menjadi oligarki," ujarnya.

Dia merujuk pendapat ilmuan politik Robert Dahl, yang mengingatkan indikator demokrasi misalnya memastikan berjalannya rotasi kekuasaan, rekruitmen terbuka dan akuntabilitas. Parpol, ujarnya, sering memaksa negara menjadi demokratis namun terkadang partai sendiri membangun oligarki kepartaian.

"Wajah parpol demokrasi namun praktiknya sangat oligarki, jangan sampai partai seperti perusahaan yang memiliki saham. Partai tidak boleh menajdi milik sekelompok golongan," katanya.

Pangi juga merujuk pendapat ilmuan politik Robert Micheil yang melihat peran elite dalam partai politik "hukum besi oligarki" yang dapat muncul dalam suatu partai politik yang semakin maju dan semakin besar organisasinya. Menurut dia, di parpol apapun selalu ada kelompok kecil yang kuat, dominan dan mampu mendiktekan kepentingan sendiri.

"Seringkali pemimpin partai lebih menyuarakan kepentingan pribadi dan memanipulasi atas nama kepentingan partai, tujuan memperoleh kekuasaan dan kedudukan politik agar bisa melaksanakan kebijaksanaan partai," katanya.

Namun dia mengapresiasi sikap kenegarawanan Megawati menunjuk Joko Widodo maju menjadi calon presiden dalam Pemilu Presiden 2014. Hal itu, katanya, sebagai membanggakan dalam melakukan modernisasi kepartaian, yaitu mengajukan calon presiden bukan dari trah Soekarno.

"Pascapemilu 2009, seharusnya menjadi titik balik modernisasi partai politik," katanya.

Menurut Pangi, partai politik di Indonesia pada awal era reformasi masih tergantung pada sosok figur tokoh sentral, seperti Amin Rais, Megawati Soekarnoputri, Abdurrahman Wahid, Susilo Bambang Yudhoyono, Wiranto, dan Prabowo Subianto. Namun, katanya, seharusnya parpol tidak lagi tergantung sepenuhnya pada kharisma figur tokoh sentral, tetapi bergantung pada sistem parpol yang dibangun secara modern dan hal itu yang sedikit terlupakan. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI