Gaya Baru Tertibkan Lalu Lintas, Raih Banyak Juara Bergengsi
Siswanto Suara.Com
Selasa, 14 April 2015 | 06:17 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Suara itu terdengar jelas dari sebuah mobil patroli Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Aceh. Sore itu mobil ini tengah yang melintas Jalan STA Mahmudsyah, Banda Aceh. Mobil double cabin, bertuliskan "Nyan Hai Rakan Polisi Meu Pep Pep" sedang mengejar dan menegur pengendara sepeda motor yang tak mematuhi aturan lalu lintas.
Si pengemudi mobil yang merupakan anggota polisi tak henti-hentinya bersuara melalui mikrofon. Begitu cerewet. Ia merepeti setiap pengguna jalan yang tak patuh aturan. Dalam bahasa Indonesia, "polisi meu pep pep" diartikan sebagai polisi merepet.
Mobil polisi meu pep pep ini saban hari terus melakukan sosialisasi aturan lalu lintas di wilayah Banda Aceh. Mulai dari pukul 07.00 WIB hingga 18.00 WIB, mobil yang dilengkapi layar LED tersebut berwara-wiri mengelilingi kota.
Si pengendaranya adalah AKBP Adnan. Perwira polisi ini mulai meu pep pep kepada setiap pelanggar aturan lalu lintas sejak 10 April 2013 silam. Program polisi meu pep pep, kata dia, muncul saat Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Dalam sebuah pertemuan seluruh Direktorat Lalu Lintas di Jakarta, Timur Pradopo memerintahkan agar memberikan edukasi terkait aturan lalu lintas dengan melakukan penyesuaian kedaerahan masing-masing.
"Maka muncullah ini (polisi meu pep pep) di Aceh. Kita sesuaikan dengan bahasa daerah kita sendiri, agar pesan cepat tersampaikan kepada pengguna jalan," katanya saat ditemui suara.com, Sabtu lalu (11/4/15).
Kata dia, nama polisi meu pep pep diberikan oleh Husein Hamidi ketika masih menjabat Wakapolda Aceh dengan pangkat Brigadir Jenderal (sekarang Husein menjadi Kapolda Aceh dengan pangkat Inspektur Jenderal). Program untuk pertama sekali diluncurkan di halaman Mapolresta Banda Aceh oleh Kapolda Aceh Irjen Herman Effendi.
Selama berjalan, menurut Adnan, program polisi meu pep pep terbukti ampuh untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Bahkan, menurutnya, hampir 89 persen warga Kota Banda Aceh mulai patuh terhadap aturan lalu lintas.
"Orang Aceh ditilang itu nggak takut. Pulang ke rumah dia manjat kelapa dua tandan, dia jual ke pasar, udah bisa ditebusnya tilang. Tapi kalau kita merepet, cerewet, kita tegur langsung, itu kena ke hatinya, menyentuh bathinnya. Jadi dia merasa malu dan nggak akan ngulangi lagi. Maka dengan adanya program ini, bisa dilihatlah, sedikit sekali pelanggaran lalu lintas terjadi," ujar Adnan.
Alasan itu pula yang membuat Adnan tidak pernah melakukan tilang. Adnan lebih memilih merepeti pelanggar aturan lalu lintas dengan cara-cara unik. Dalam celotehannya, Adnan sering menyelipkan kata-kata lucu yang membuat si pelanggar tersenyum dan malu.
"Nyan, adik pakai baju sekolah gak pakai helm. Kalau jatuh tidak cantik lagi. Cowok ganteng gak mau lagi," kata-kata Adnan yang sering membuat pengemudi tersenyum.
Selama berpatroli, Adnan juga banyak menegur pelanggar lalu lintas yang dapat membahayakan keselamatan dirinya maupun orang lain, seperti mengemudi sambil menggunakan telepon genggam, kebut-kebutan dan menerobos lampu merah.
Ia juga sering mengingatkan orang tua yang memboncengi anaknya yang masih kecil di belakang sepeda motor.
"Ibu-ibu itu paling sering saat pulang menjemput anaknya di sekolah. Kadang anaknya ngantuk di belakang, kita tegur. Jadi dia teringat untuk menjaga adanya agar tidak jatuh," katanya.
Karena pendekatan yang dilakukan Adnan cukup menyentuh, empat bulan setelah program polisi meu pep pep berjalan, ia pun memperoleh rekor MURI. Rekor diberikan lantaran masyarakat menyambut positif program meu pep pep. Sebanyak 25 ribu warga di Banda Aceh yang dikumpulkannya di Lapangan Blang Padang, mau mendengar celotehannya sambil tertawa geli.
Setahun kemudian, Adnan juga kembali memperoleh penghargaan. Ia medapatkan award dari Wali Kota Banda Aceh sebagai polisi peduli masyarakat.
"Banyak hal-hal positif yang diterima masyarakat dari program ini. Masyarakat kian hari kian sadar, malu jika melanggar. Apalagi jika kita ingatkan itu berkaitan dengan keselamatannya sendiri," ujarnya.
Diceritakan Adnan, keberhasilan program polisi meu pep pep tak terlepas dari dukungan sejumlah pihak. Sebelum program ini dilaksanakan, kata dia, dirinya pernah berkonsultasi dengan sejumlah profesor dan psikolog dari Universitas Syiah Kuala. Ia meminta saran dari para profesor terkait tata cara sosialisasi yang ia lakukan. Alhasil semuanya mendukung, sebab dengan cara meu pep pep, sosialisasi tidak membutuhkan biaya besar dan langsung mengena ke masyarakat.
"Efektif dan tidak perlu biaya besar. Tapi tetap berhasil. Kalau sekarang, ini sangat efektif untuk mencegah begal. Karenakan saya keliling setiap hari- meu pep pep kepada pelanggar aturan, sehingga mempersempit ruang gerak mereka jika ada di sini," kata dia.
Kepiawan meu pep pep diperoleh Adnan, lantaran ia pernah mejadi penjual obat keliling kampung sebelum menjadi polisi. Adnan yang merupakan anak seorang tertara, memenuhi kebutuhan sehari-harinya dari hasil jual obat. Kisah hidupnya tergolong pahit. Diceritakannya, sewaktu masih menempuh pendidikan di SMA hingga kuliah, ia bersekolah dengan menggunakan sepatu tentara milik ayahnya. Hal itu, ia lakukan karena tidak sanggup membeli sepatu.
“Makanya kalau lihat orang susah di jalan itu saya berhenti. Saya bantu dia mau nyeberang atau mau apa. Saya juga pernah mengalami seperti itu soalnya,” tutur Adnan.
Kini, setelah dua tahun program polisi meu pep- pep berjalan tingkat kepatahuan warga Banda Aceh dalam berlalu lintas sudah sangat tinggi. Bahkan, Adnan banyak memperoleh penghargaan dari keahlian meu pep pep nya. Baru-baru ini tepat pada dua tahun program berjalan yakni, 10 April 2015, ia mendapat penghargaan marketeer media community mice sebagai marketeer of the year di bidang peduli keselamatan lalu lintas. [Alfiansyah Ocxie]
REKOMENDASI
TERKINI