Profesor Unpad Dukung DPR Revisi UU KPK, Ini Alasannya

Selasa, 13 Oktober 2015 | 15:38 WIB
Profesor Unpad Dukung DPR Revisi UU KPK, Ini Alasannya
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Pakar hukum pidana Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita mendukung upaya DPR merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurut dia, UU KPK masih terdapat celah untuk melakukan pelanggaran terhadap undang-undang.

"Memang harus revisi ya, sudah ada praktik ternyata ada persoalan kekuasaan, kepentingan dan pengaruh. Saya kan yang menyusun undang-undang, ada hal-hal yang perlu diperbaiki, penyidik itu siapa," kata Romli dalam diskusi bertajuk Partisipasi Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi oleh KPK di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (12/10/2015).

Lebih lanjut, dia mengatakan terkait dengan kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK juga harus diperbaiki. Revisi ini, katanya, bukan berarti menolak kewenangan tersebut.

"Kemudian penyadapan, keistimewaan KPK itu lidik, tapi yang penting harus dirinci berapa lama waktu menyadap, dan itu diputuskan pimpinan bukan level pegawai. Kemudian bagaimana hasil evaluasi hasil korsup (koordinasi supervisi). Kalau mau memperluas pencegahan, ya dikomunikasikan dengan direktorat," katanya.

Menurut Romli selama penyadapan hanya didasarkan pada standard operating procedure KPK. Romli menyarankan agar nanti penyadapan UU.

"Penyadapan itu perlu, tapi aturan perlu diperinci, jangan diserahkan penuh. Harus dengan Undang-undang, nggak bisa dengan SOP. Soal penyitaan, harus diberi batas waktu, berapa yang harus disita, jadi KPK punya pegangan kuat," kata dia.
Seperti diketahui, dalam draft RUU tentang revisi UU KPK yang dibagikan kepada anggota Badan Legislasi DPR dalam Rapat Pleno Baleg, Selasa (6/10/2015), dalam Pasal 14 ayat 1 menyebutkan KPK hanya dapat melakukan penyadapan setelah ada bukti permulaan yang cukup dan dengan izin ketua pengadilan negeri.

Pasal lainnya menyebutkan KPK hanya dapat mengusut kasus korupsi dengan kerugian negara di atas Rp50 miliar dan tidak boleh melakukan penuntutan.

Selain itu, juga ada pembatasan usia KPK. KPK dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang ini diundangkan.

Revisi UU KPK sesungguhnya masuk dalam Prolegnas 2016 dan menjadi inisiatif pemerintah, tetapi sekarang diusulkan masuk menjadi RUU Prioritas Prolegnas 2015 dan menjadi inisiatif DPR.

Fraksi yang mengusulkan agar revisi UU KPK masuk Prolegnas 2015 dan menjadi inisiatif DPR yaitu Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi Golkar, Fraksi PPP, Fraksi Hanura, dan Fraksi PKB.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI