Proyek Rehabilitasi Gagal, Kebun Sawit Jadi Raja di Kapuas

Laban Laisila Suara.Com
Senin, 23 November 2015 | 07:31 WIB
Proyek Rehabilitasi Gagal, Kebun Sawit Jadi Raja di Kapuas
Lahan perkebunan sawit di Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. [Suara.com/Laban Laisila]

Belakangan proyek mangkrak  setelah Soeharto lengser dan menyisakan kerusakan lahan gambut terbuka  di tiga kabupaten dan satu kota, termasuk Kuala Kapuas.

Rehabilitasi setengah hati berganti sawit

18 tahun kemudian, di lahan eks PLG  tempat kami berdiri sekarang, terhampar kebun sawit milik PT KLM yang beroperasi pada 2014 lalu.

“Sawit ini paling baru berumur dua bulan, beberapa bulan lalu kami mampir ke sini belum ada. Masih kosong,” terang Noorhadie.

Di lahan inilah, kata Noorhadie, dulu warga mencari penghidupan. Mencari madu, berburu, berladang karet dan mencari ikan yang terjebak di kanal. Semua berubah sejak hutan berubah gundul.

Warga Dayak Ngaju menunjukkan perkebunan sawit milik PT. KLM yang masih berumur dua bulan di Kuala Kapuas, Kalteng. [suara.com/Laban Laisila]

Noorhadie bercerita, di perkebunan sawit ini dulu pernah dua kali dilakukan program rehabilitasi lahan gambut dan penghutanan kembali, alias reforestasi.

Kedua program rehabilitasi tersebut didanai asing yang melibatkan gabungan sejumlah pegiat LSM, akademisi dan sebagian warga.

Program pertama lewat Central Kalimantan Peatland Project (CKPP) yang didanai duit dari Belanda sebesar 30 juta dolar AS dalam rentang waktu pengerjaan rehabilitasi selama tiga tahun, sejak 2006 sampai 2008.

Sedangkan program rehabilitasi kedua didanai fulus Pemerintah Australia senilai 100 juta dolar Australia dengan rentang waktu lima tahun, sejak 2009 hingga 2014. Proyek ini menjadi bagian proyek percontohan REDD Plus melalui The Kalimantan Forests and Climate Partnership (KFCP).

Proyek KFCP meliputi luasan 120 ribu hektar lahan gambut yang ditanami karet atau tanaman prorduksi serta tanaman hutan.

Hasilnya? Nihil.

Sepanjang kami menyusuri kanal hingga mendekati perbatasan hutan lindung dan lahan gambut, yang disebut blok A dan E oleh warga setempat, yang terlihat hanya kebun sawit dan lahan gambut yang terbakar.

“Semua bibit karet yang dibawa dari orang-orang KFCP dari Palangkaraya banyak yang mati, stres menempuh perjalanan 236 kilo sampai lahan. Jenis karet itu juga tak bisa hidup di gambut. Sisanya yang ditanami kini ludes terbakar,” katanya.

Kami empat kali menepi di sepanjangan kanal. Setiap kali hendak melihat lahan yang pernah direhabilitasi, pemandangannya tak berubah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI