Suara.com - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat kasus konflik lahan atau agraria di seluruh Indonesia tahun 2015. Hasilnya, ada 6 provinsi yang menyumbang konflik sengketa lahan terbanyak.
Sekertaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Iwan Nurdin mengatakan hasil yang dia rilis itu membuktikan jika pemerintah belum bisa menyelesaikan konflik-konflik agraria. Masalahnya, penyelesaian kasus itu disandera oleh kepentingan birokrasi.
Keenam provinsi itu di antarana Riau, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Sumatera Utara dan Lampung. Paling banyak konflik di Riau dengan jumlah 36 konflik, Jawa Timur 34 konflik, Sumsel, 23 konflik, Sultra 16 konflik, Jawa Barat dan Sumatera Selatan 15 konflik, serta Lampung 15 konflik.
"Mandegnya penyelesaian konflik agraria di Indonesia di karenakan tidak adanya kanal penyelesaian konflik yang efektif dan mampu memenuhi rasa keadilab bagu masyarakat sebagai pihak yang kerap dirugikan," kata Iwan di Jakarta, Selasa (5/1/2016).
Hanya saja Iwan mengaku sudah ada usaha dari kementerian dan lembaga negara untuk menyelesaikannya. Tapi tidak tuntas.
Berdasarkan data dari KPA tercatat sedikitnya ada 252 kejadian konflik agraria dengan luasan wilayah konflik mencapai 400.430 hektar dan melibatkan sedikitnya 108.714 Kepala Keluarga (KK). Pada tahun 2014 sektor pembangunan Insfrastruktur menjadi penyebab tertinggi konflik agraria, maka di tahun 2015, konflik agraria paling banyak terjadi disektor perkebunan yakni sebanyak 127 konflik 50 persen.
Sementara itu, korban dan pelaku kekerasan dalam konflik agraria sepanjang 2015 mengakibatkan korban tewas sebanyak 5 orang, tertembak aparat 39 orang, dianiaya atau mengalami luka-luka sebanyak 124 orang dan mengalami kriminalisasi atau ditahan sebanyak 278 orang. Pelaku kekerasan didominasi oleh pihak perusahaan sebanyak 35 kasus.
"Pemerintah tidak ada usaha yang sungguh-sungguh untuk merombak struktur agraria nasional yang selama bercirikan penguasaan mayoritas SDA oleh segelintir pihak-pihak perusahaan maupun perorangan, seharusnya peraturan presiden (perpres) segera di tetapkan," Kata iwan. (Rere Violleta)