Pemerintah dan DPR Sepakat Revisi UU Pilkada

Senin, 18 Januari 2016 | 17:34 WIB
Pemerintah dan DPR Sepakat Revisi UU Pilkada
Mendagri Tjahjo Kumolo bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan dan Mentri Kehutanan Siti Nurbaya mengadakan pertemuan dengan Pimpinan KPK di Jakarta, Jumat (21/8). [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah dan DPR sepakat untuk merevisi UU nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Revisi ini juga akan memasukan sejumlah materi putusan Mahkamah Kehormatan (MK) atas sengketa Pilkada.

"Kami juga akan mengundang elemen demokrasi. Melibatkan juga perguruan tinggi dan pengamat," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo usai rapat dengan Komisi II DPR, Senin (18/1/2016).

‎Dalam pandangan pemerintah, ada 9 isu strategis dalam usulan revisi ini. Pertama, soal revisi Pilkada mengintegritasikan putusan MK, misalnya syarat bagi PNS, Anggota DPR dan DPRD, serta mantan narapidana. Kedua, tentang pendanaan Pilkada yang akan dibebankan kepada daerah atau APBN. Ketiga, soal dukungan partai politik dan pengetatan calon tunggal.

‎Keempat, konsep petahana dan kepala daerah. Kelima, penetapan waktu Pilkada. Keenam, waktu pelantikan. Ketujuh, penyederhaan proses sengketa pencalonan. Kedelapan, masalah sosialisasi terhadap partisipasi pemilih. Terakhir, tentang penegasan prosedur pengisian kekosongan jabatan.

‎Sementara itu, Wakil Komisi II Lukman Edy menyatakan revisi UU Pilkada dilakukan untuk menghadapi Pilkada 2017 yang tahapannya dimulai Mei dan April tahun ini.

"Revisi ini harus bisa menjawab berbagai macam masalah teknis pelaksanaan Pilkada serentak 2015 yang lalu," kata Lukman.

Ada 12 poin yang harus disempurnakan dalam revisi ini. Pertama, menyempurnakan akurasi Daftar pemilih tetap (DPT). Kedua, alat peraga yang diselenggarakan KPU terbukti efektif, sehingga perlu ada revisi.

Ketiga, mekanisme undangan kepada pemilih, masih banyak pengaduan dan perlu ada terobosan efektif supaya warga negara dapat jaminan mengikuti Pilkada.

Keempat, ketidaknetralan penyelenggara Pilkada ‎dan cara rekrutmen yang harus ditata ulang. Kelima, ketidaknetralan PNS dan Aparatur daerah dan perlu pemberian sanksi yang tegas.

Keenam, politik uang yang melibatkan pasangan calon, timses dan penyelenggara Pilkada yang masih banyak terjadi. Ketujuh, mekanisme pemungutan suara ulang yang harus mendetail. Kedelapan, perlu dibukakan ruang untuk kader ikut Pilkada dan tidak perlumundur bagi PNS, TNI dan Anggota DPR/DPRD.

Kesembilan, soal petahana yang dicalonkan kembali perlu ada syarat untuk memberikan jaminan kualitas petahana. Kesepuluh, memasukan norma pasangan calon tunggal dalam UU.

Kesebelas, mengevaluasi kembali jadwal Pilkada serentak yang berkonsekuensi terhadap tahapan yang ada. Serta, keduabelas, menyempurnakan kembali soal peradilan Pilkada sehingga bisa menjamin keadilan dan kebenaran.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI