Ruhut Minta Yasonna Jelaskan Poin UU yang Lemahkan KPK

Rabu, 03 Februari 2016 | 18:10 WIB
Ruhut Minta Yasonna Jelaskan Poin UU yang Lemahkan KPK
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (6/4) [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada Rabu (3/2/2016).

Dalam rapat yang dipimpin Benny K. Harman, di antaranya membahas tentang revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dan UU tentang Tindak Pidana Terorisme.

Usai pemaparan Yasonna, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Ruhut Sitompul meminta penjelasan tentang revisi UU KPK.

"Saya ingin mempertegas, pak tolong bisa jelaskan revisi undang-undang itu, dimana memperkuat KPK-nya, tolong pak, kalau kita satu pemikiran, kita ingin koruptor dihukum mati," ujar Ruhut di ruang Komisi III.

Ruhut menilai dalam rancangan revisi UU KPK ada empat poin yang jadi sorotan dan dianggap melemahkan, yakni penyadapan, dewan pengawas, penyelidik dan penyidik, serta penerbitan SP3.

"Kalau sadap, SP3 (Surat Penghentian Pemberhentian Penyidikan) itu justru memperlemah. Tolong pak, kita sama-sama pendukung Pak Jokowi. Salah satu kampanye kita yakni soal korupsi, karena banyak yang miskin dari korupsi," katanya.

Sebelumnya, pemerintah menyatakan akan membatalkan revisi UU KPK jika dalam draf yang diinisiasi oleh DPR terdapat upaya melemahkan kewenangan lembaga antirasuah. Hal itu disampaikan juru bicara Kepresidenan Johan Budi ‎di Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/2/2016).
 
"Oh iya (revisi Undang-Undang dibatalkan) kalau misalkan melemahkan," kata Johan.
 
Dia menyebutkan empat poin yang masih diteliti pemerintah dalam revisi UU KPK. Pertama, mengenai kewenangan penyadapan, kedua, soal pemberian Surat Perintah Penghentian Penyidikan. Ketiga, soal dewan pengawas KPK. Keempat, perihal penyidik independen
 
‎"Empat poin itu kan harus disisihkan mana yang disebut dengan melemahkan, mana yang disebut dengan memperkuat," ujar dia.

Mengenai aturan penyadapan yang masuk dalam draf revisi, Johan menilai tujuannya tidak selalu untuk melemahkan kewenangan KPK

"Justru penyadapan yang tidak perlu izin pengadilan itu memperkuat KPK.  Kan, tergantung izinnya," kata Johan.

Sedangkan mengenai perlunya dewan pengawas untuk mengatur kewenangan penyadapan, kata Johan, itu belum dibahas DPR dan belum dikonsultasikan kepada pemerintah. Menurut dia, DPR harus satu visi dengan pemerintah dalam memperkuat pemberantasan korupsi.

"Makanya harus sama visi kami (pemerintah dan DPR) apa yang disebut dengan memperlemah KPK dan apa yang disebut memperkuat KPK," katanya. 

Selain itu, kata dia, KPK harus diberi kewenangan untuk mengangkat penyidik independen di luar Polri dan kejaksaan. Oleh sebab itu pemerintah masih menunggu finalisasi revisi UU tentang KPK dari DPR yang sampai sekarang belum rampung.

"Pokoknya konsen Presiden adalah memperkuat KPK. Saya hanya bisa menyampaikan apa yang disampaikan oleh presiden. Kalau soal detailnya nanti disampaikan Kemenkum HAM," kata mantan komisioner KPK.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI