"Dampaknya (sampah antariksa), kita akan terkendala mengoperasikan satelit di lapisan orbit terendah. Itu sebabnya ke depan pengoperasian satelit di ruang angkasa akan semakin mahal," kata Rose.
Semakin banyaknya jumlah sampah antariksa yang berasal dari aktivitas manusia dan sistem teknologi keantariksaan sejumlah negara, instansi swasta, akademi di lapisan orbit terendah, ia mengatakan akan membuat pengoperasian satelit di masa depan harus dilakukan pada lapisan orbit yang lebih tinggi.
Artinya akan membutuhkan dana lebih banyak dari mulai mengorbitkan satelit hingga menyiapkan baterai dengan kapasitas lebih besar, karena harus mengorbitkan satelit lebih tinggi dari 300 hingga 800 km di atas permukaan bumi. Semua dilakukan untuk menghindari bertabrakan dengan sampah antariksa yang dapat menyebabkan anomali operasi satelit.
"Ini membuat satelit-satelit dan stasiun ruang angkasa ada yang harus bermanuver 25 kali dalam setahun di ruang angkasa untuk menghindari bertabrakan dengan sampah antariksa," ujar dia.
Rose mengatakan radar milik Pusat Operasi Gabungan Antariksa Amerika Serikat mampu melacak pergerakan sampah antariksa yang berukuran lebih besar dari 10 centimeter (cm). Sehingga tabrakan satelit atau stasiun ruang angkasa dengan sampah antariksa dengan ukuran lebih besar dari bola tenis dapat dihindari dengan bermanuver.
Dalam beberapa tahun ke depan, menurut dia, Amerika Serikat akan mempunyai radar khusus untuk dapat melacak sampah antariksa yang berukuran lebih kecil, di atas satu milimeter (mm), yang saat ini terdeteksi mencapai 100.000.000 lebih.
"Serpihan cat berukuran empat milimeter yang mengorbit dengan kecepatan 17.000 mil per jam mampu merusak satelit jika sampai bertabrakan", katanya.
Pusat Operasi Gabungan Antariksa Amerika Serikat, lanjutnya, bekerja sama dengan berbagai lembaga antariksa di dunia, memberikan informasi gerakan sampah-sampah antariksa yang membahayakan keberadaan satelit berbagai negara, lembaga swasta, dan akademi.
Termasuk beberpa kali memberikan informasi kepada lembaga antariksa milik Indonesia (Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional/LAPAN) agar satelitnya tidak tertabrak sampah antariksa.
Menurut Rose, selain melacak pergerakan sampah-sampah antariksa, negaranya juga bekerja sama dengan dunia internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meningkatkan kesadaran tentang sampah antariksa, termasuk mengkampanyekan pengunaan teknologi antariksa secara damai, sehingga ada panduan untuk penggunaan teknologi antariksa secara aman.
Ancaman untuk bumi Rose mengatakan sangat mungkin sampah-sampah antariksa tersebut jatuh ke bumi. Kejadian tabrakan satelit milik Rusia dengan satelit Rusia lainnya yang sudah tidak aktif di 2009 terjadi di ketinggian 800 km dari permukaan bumi.
"Butuh waktu ratusan tahun untuk jatuh ke bumi, dan saat ini terus berputas mengelilingi bumi di angkasa. Tapi pada level ketinggian yang lebih rendah sampah-sampah ini bisa jatuh ke bumi hanya dalam hitungan minggu," ujar dia.