Suara.com - Suasana duga masih menyelimuti rumah duka mendiang Muhammad Al Zahra alias Zoya (30) di Kampung Jati, Cikarang Kota, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (4/8/2017). Zoya merupakan warga yang dikeroyok dan dibakar hidup-hidup setelah dituduh mencuri satu unit amplifier di Mushola Al Hidayah, Desa Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, pada Selasa (1/8/2017), jam 16.30 WIB.
Istri Zoya, Siti Zubaidah (25), berusaha tetap tegar, meski kesedihan masih terlihat dari raut wajahnya.
"Menurut saya orang-orang itu nggak punya hati. Biar gimana juga kalaupun salah atau nggak salah, nggak seharusnya digituin," ujar Zubaidah di rumahnya, Kampung Jati.
Zubaidah mengatakan seharusnya warga jangan main hakim sendiri dalam menangani kasus yang belum tentu terbukti kebenarannya.
"Kenapa nggak diserahin aja ke polisi kalau emang terbukti mencuri, tanpa harus dianiaya sampai dibakar hidupfgitu. Suami saya kan manusia, bukan hewan, buat apa ada hukum di negara kita kan," kata dia.
Ia mengatakan suaminya merupakan seorang teknis atau biasa memperbaiki amplifier serta merakit sound system.
"Ampli yang rusak dibenarin, bisa bagus lagi, kan lumayan jadi duit. Kalau dia nyuri, masa barang-barang cacat-cacat gini, kan nggak mungkin. Dia emang bisa benarin. Sekalian ngerakit box-box salon. Itu bahan-bahannya tuh," kata Zubaidah yang saat ini tengah hamil tiga enam bulan.
Kaget dan Tak Percaya
Sebelum mendengar kabar kalau suaminya dihakimi warga sampai meninggal dunia di jalanan, perasaan Zubaidah tak enak. Tak biasanya sampai jam sebelas malam, Zoya belum pulang ke rumah kontrakan yang baru didiami tiga bulan.
Sampai akhirnya, kabar mengejutkan itu datang. Dia dikabari langsung oleh anggota polisi malam itu.
"Terus dilihat dari foto-foto HP pertama mukanya saya dulu, mungkin polisi takut nggak kali ya kalau dilihatin semuanya. Yang saya lihat sih dari jidat, kok kayak iya, kaya suami saya, terus rambut agak panjang sedikit, agak ikal rambutnya. Supaya lihatnya juga dari jauh, nggak berani dari dekat. Dilihatin celana dalam dan pakaian, satu per satu. Dari pakaiannya saya percaya, habis itu saya benar-benar langsung ngeblank, oh iya benar suami saya," kata Zubaidah.
Untuk memastikan lagi, Zubaidah dan orangtuanya datang ke kantor Polsek Babelan. Tetapi sampai di sana, ternyata jenazah Zoya sudah dikirim ke RS Polri, Kramatjati, Jakarta Timur.
"Makanya buru-buru ke Polsek Babelan, buat ngecek, saya kira masih di situ, ternyata sudah di RS Kramatjati. Di sana hanya dimintai keterangan. Itu sudah jam tengah malam," kata dia.
Karena tak memungkinkan, malam itu, Zubaidah tidak menyusul ke RS Polri. Baru keesokan harinya, dia dan orangtua datang ke sana.
"Terus istirahat, pagi-pagi jam delapan atau sembilan pagi baru diserahin ke saya dan orangtua saya," kata Zubaidah.
Zubaidah sedih tak bisa melihat jasad suaminya karena sudah dibungkus rapi oleh petugas RS Polri.
"Nggak bisa lihat jasad terakhir, karena nggak bisa dibuka. Saya cuma tahu sudah dibungkus rapi. Kata pengurus jenazah sana, nggak bisa dibuka, masalahnya kalau dibuka kalau nggak diplastikin, kain kafannya kotor lagi," kata Zubaidah.
Zubaidah mengatakan keluarga menolak jenazah Zoya divisum karena tak sanggup menanggung biayanya.
"Visum harus ngeluarin biaya, saya mikirnya ke situ, emang keadannya nggak ada uang, nggak ada duit, jadi ya sudahlah gimana baiknya aja. Ambil jenazah saja pakai duit. Biaya ngambil jenazah mungkin, buat bayar mandiin jenazah sampai kain kafan, sama nganter pulang ke sini pakai ambulan, kurang lebih 1,5 juta. Itu uang pribadi cuma 1,2 juta, terus yang Rp300 ribu dibantu kepolisian," kata Zubaedah
Pasrah
Setelah kepergiaan Zoya, Zubaidah belum memikirkan rencana ke depan.
"Masih bingung. Sedih, masih nggak habis pikir. Emang setiap manusia pasti meninggal, tapi kan beda caranya. Tapi ya nggak kaya gini juga caranya. Bingung mau gimana. Paling numpang hidup sama orang tua, numpang makan, mau gimana lagi, karena yang biasa nafkahin saya nggak ada. Saya cuma ngurusin anak saya. Mau kerja juga dalam keadaan hamil, mana ada yang mau terima," katanya.
Ibu satu anak itu mengatakan suaminya orang yang berkepribadian baik dan tekun beribadah.
"Orangnya baik, suka berbaur sama tetangga-tetangga. Waktunya shalat- shalat," tutur Zubaidah.
Zubaidah teringat ketika hari itu suaminya hendak berangkat kerja. Zoya hanya membawa uang yang cukup untuk membeli bahan bakar sepeda motor sewaan .
"Kalau pergi cuma bawa ongkos buat beli bensin doang. Untung motornya ada STNK nya. Itu motor uwa saya. Sewa 15 ribu sehari," kata dia.
Kasus main hakim sendiri ini sekarang sedang dalam penyelidikan polisi.