“Penolakan akses perawatan kesehatan pada warga Rohingya adalah hal yang mengerikan," kata Neistat. "Para wanita memilih melahirkan di rumah dalam lingkungan yang tidak higienis ketimbang menghadapi penindasan dan pemerasan di rumah sakit.”
Kesulitan hidup selama ini tidak hanya dialami kaum dewasa Rohingya. Sejak 2016, pemerintah Myanmar juga sangat mempersulit warga Rohingya yang ingin mendaftarkan bayi mereka ke dalam kartu anggota keluarga, yang sering menjadi satu-satunya bukti kependudukan bayi tersebut.
Sementara itu, di wilayah utara Rakhine State, warga Rohingya yang kebetulan tidak sedang berada di rumah saat sensus penduduk menghadapi resiko dihapus dari catatan resmi.
“Memulihkan hak dan juga status legal warga Rohingya serta amandemen undang-undang kewarganegaraan yang diskrimininatif sangat diperlukan saat ini,” tegas Neistat.