Uri Savir, mantan jenderal manajer di kementerian luar negeri Israel, mengatakan pengakuan negara-negara lain atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel mengikuti AS sangat kecil kemungkinanannya.
“Saya rasa itu adalah hal yang mustahil,” kata Savir kepada Anadolu Agency.
Dia justru berkata, tindakan Trump malah melemahkan posisi Israel soal Yerusalem.
“Keputusan ini menggiring konsensus internasional untuk mencari pemecahan yang melibatkan kedua negara,” lanjut dia.
Menurut Savir lagi, keputusan AS ini juga tidak akan mendapatkan dukungan internasional.
“Sebaliknya, AS kini kehilangan perannya sebagai mediator perdamaian,” ujar Savir. “AS tidak lagi dipandang sebagai mediator yang adil.”
Diplomat Israel ini juga berujar tidak ada yang berubah di lapangan setelah pengakuan AS terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
“Masih dibutuhkan negosiasi untuk mencapai kesepakatan soal status final kota ini,” lanjut Savir.
“Kita harus menemukan ide baru yang kreatif, entah itu meyakinkan Trump untuk memberikan proposal baru atau membawa pihak lain seperti EU untuk turut andil dalam proses negosiasi,” kata dia.
Baca Juga: Jelang Sidang Perdana, KPK Yakin Buktikan Keterlibatan Setnov
Savir mencoret ekspektasi Netanyahu akan pengakuan dan relokasi kedutaan besar negara-negara lain ke Yerusalem.
“Mungkin akan ada satu atau dua negara yang melakukannya, tapi rasanya berat atau tidak mungkin jika mengharap negara-negara besar memindahkan kantor diplomasi mereka ke Yerusalem.”
Dalam pidatonya pada Rabu, Trump tidak menggunakan kata-kata “yang bersatu” untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
“Sebagai seorang warga Israel, Yerusalem Barat adalah ibu kota Israel. Sejak dulu dan akan selalu begitu,” kata Savir. “Yang kami inginkan adalah solusi terhadap permasalahan Palestina, termasuk persoalan Yerusalem dengan penyelesaian yang didapat dari kedua negara.”