Suara.com - Presiden Joko Widodo akhirnya menyatakan benar-benar tidak mau meneken draf Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang telah disahkan sidang paripurna DPR pada 12 Februari 2018.
Dalam sistem perundang-undangan nasional, setiap UU baru secara otomatis berlaku sejak 30 hari setelah disahkan legislator, meski tak ditandatangani presiden sebagai puncuk pemimpin lembaga eksekutif.
Merujuk peraturan itu, maka UU MD3 sebenarnya telah berlaku sejak Senin, 12 Maret. Ketua DPR Bambang Soesatyo sendiri telah menegaskan, UU itu diberlakukan sejak Kamis (15/3) pukul 00.01 WIB tadi meski tak diteken Jokowi.
Rabu (14/3) siang, Jokowi angkat suara yang menegaskan dirinya memastikan tak mau membubuhkan tandatangannya di lembar pengesahan UU MD3.
"Soal UU MD3, hari ini kan terakhir, dan saya sampaikan saya tidak menandatangani UU tersebut," kata Jokowi seusai acara penyerahan seritifkat tanah di Serang, Banten.
Kepala Negara menyatakan sadar dan mengerti, bahwa UU tersebut walaupun tidak ditandatanganinya tetap akan berlaku.
"Tapi untuk menyelesaikam masalah itu, silahkan masyarakat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi," ucapnya, seperti dilansir Antara.
Jokowi mengungkapkan alasannya tidak mendandatangani karena dinilai menimbulkan keresahan di masyarakat.
"Kenapa tidak saya tanda tangani, karena saya menangkap keresahan yang ada di masyarakat," jelasnya.
Baca Juga: Buru Penyebar Hoaks Dirinya PKI, Jokowi: Ketemu Saya Gebuk!
Presiden juga menyatakan tidak akan mengeluarkan peraturan presiden pengganti UU MD3 karena pada akhirnya harus disetujui DPR.
"Diuji materi dululah, ini kan yang mau mengajukan uji materi banyak. Saya kira mekanismenya itu. Kenapa tidak dikeluarkan Perppu ya sama saja, kalau sudah dibuat kan harus disetujui oleh DPR juga," ujar Jokowi.
Karena Jokowi tak mau meneken, maka UU MD3 tersebut tak bernomor meski tetap diberlakukan.
Digugat Dua Pemuda
Sejumlah organisasi dan individu telah mengajukan permohonan uji materi UU MD3 kepada MK.
Terdapat dua organisasi yang menjadi pemohon uji materi itu, yakni Partai Solidaritas Indonesia, Forum Kajian Hukum dan Konstitusi.