Suara.com - Kementerian Agama RI akhirnya menerbitkan surat edaran yang mengatur penggunaan pelantang suara masjid.
Surat tersebut, seperti yang didapat Suara.com, Kamis (30/8/2018), ditandatangani Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI Muhammadiyah Amin, tertanggal 24 Agustus 2018.
Dalam surat edaran bernomor B.3940/DJ.III/Hk. 00.7/08/2018 tersebut, diatur tata cara penggunaan pelantang suara di masjid.
Pertama, surat edaran itu memerintahkan semua masjid memunyai dua pelantang suara. Satu pelantang suara di menara atau luar masjid, sedangkan satu lagi berada di dalam.
“Pelantang suara di menara luar, diminta hanya digunakan untuk azan sebagai penanda waktu salat, tidak boleh untuk menyiarkan doa atau zikir,” demikian tertulis dalam surat edaran tersebut.
![Kementerian Agama RI akhirnya menerbitkan surat edaran yang mengatur penggunaan pelantang suara masjid. [Kemenag Ri]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2018/08/30/74385-kementerian-agama-ri-akhirnya-menerbitkan-surat-edaran-yang-mengatur-penggunaan-pelantang-suara-masj.jpg)
Sementara untuk pelantang suara dalam, digunakan untuk doa. Namun syaratnya, doa tidak boleh meninggikan suara.
Dalam imbauan itu juga diminta kepada pengurus masjid mengutamakan suara merdu dan fasih saat menggunakan mikrofon.
Kemenag RI meminta semua masjid menaati surat edaran tersebut. Sebab, dalam surat itu juga tertulis, pelanggaran terhadap aturan-aturan tersebut, “Bukan menimbulkan simpati, melainkan keherenanan bahwa umat beragama senditi tidak menaati ajaran agamanya.”
Untuk diketahui, surat edaran itu sendiri diterbitkan Kemenag RI setelah seorang ibu bernama Meiliana divonis bersalah dalam kasus penodaan agama Meiliana di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Selasa (21/8).
Baca Juga: Ditunjuk Jadi Pelatih Timnas U-15, Bima Sakti Bingung
Majelis hakim yang dipimpin Wahyu Prasetyo Wibowo menyatakan Meiliana terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 156 KUHP.
Pasal ini tentang penghinaan terhadap suatu golongan di Indonesia terkait tas, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Kasus Meiliana bermula saat dirinya menyatakan keberatan terhadap pengeras suara azan dari Masjid Al Maksum Tanjungbalai, Sumatera Utara pada 29 Juli 2016. Hal itu berujung pada amukan massa yang merusak sejumlah rumah penduduk dan vihara setempat.
Vonis terhadap Meiliana itu dikritik dan dikecam banyak pihak, baik dalam maupun luar negeri. Bahkan, Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, mau menjadi saksi pembela dalam sidang banding Meiliana.
![Meiliana, warga Tanjung Balai, Sumatera Utara, divonis penjara 1 tahun 6 bulan hanya karena bilang kepada tetangganya untuk mengecilkan volume pelantang suara di masjid saat kumandangkan azan. [VOA]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2018/08/22/41395-meiliana-perkara-penista-agama.jpg)
Penegasan Menteri Agama itu diutarakan melalui tulisan yang diunggah ke akun Twitter resmi miliknya, @lukmansaifuddin, Kamis (23/8/2018).
Pernyataan Lukman itu adalah jawaban saat dipertanyakan Saiful Mujalni, konsultan politik sekaligus pendiri lembaga Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), mengenai upaya banding yang diajukan kuasa hukum Meiliana.