Papa, Ikhlaslah, Tuntun Saya Baca Dua Kalimat Syahadat....

Reza Gunadha Suara.Com
Minggu, 07 Oktober 2018 | 17:29 WIB
Papa, Ikhlaslah, Tuntun Saya Baca Dua Kalimat Syahadat....
Foto udara rumah-rumah warga yang hancur akibat gempa 7,4 skala Richter di Perumnas Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (1/10). [Antara/Hafidz Mubarak]

Suara.com - Petobo, tak banyak yang mengenal nama salah satu kelurahan di Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, tersebut. Namun, gempa dan tsunami mengubah semuanya. Petobo lenyap ditelan Bumi, bersama ribuan kenangan di dalamnya.

SEJAK gempa dahsyat berkekuatan 7,4 Skala Richter di Kabupaten Donggala dan gelombang tsunami yang menerjang Kota Palu, pada Jumat (28/9) lalu, Petobo selalu disebut-sebut dalam berbagai pemberitaan dan menjadi perbincangan publik.

Ya, karena di Kelurahan Petobo yang padat penduduk menjadi salah satu lokasi parah terdampak gempa. Masih banyak korban, kecil kemungkinan masih hidup, setelah lebih dari sepekan sejak gempa, yang belum terevakuasi dari Petobo.

Belum lagi akses ke Petobo setelah gempa menjadi sulit untuk dijangkau.

Sebelum gempa, secara geografis, Kelurahan Petobo, salah satu dari 46 kelurahan di Kota Palu, dengan luas wilayah mencapai 1.040 hektare, berbatasan langsung dengan Kabupaten Sigi di arah selatan dan timur.

Sebelah barat, Petobo berbatasan dengan Kelurahan Birobuli Selatan, dan sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Birobuli Utara.

Sebagian wilayah Petobo masuk dalam kawasan Bandara Mutiara SIS Al Jufri.

Petobo berpenduduk sekitar 13 ribu jiwa dan dihuni oleh etnis asli Kaili Ledo, yang telah lama berbaur dengan etnis pendatang dari Bugis, Jawa, Bali, dan etnis lainnya.

Topografi Petobo merupakan lembah sehingga dikenal dengan wilayah Petobo Atas (Ranjule) dan Petobo Bawah (Mpanau). Masyarakatnya hidup rukun dan damai.

Baca Juga: Diduga Makan Mayat Korban Gempa Sulteng, Warga Takut Konsumi Ikan

Sebagian penduduknya merupakan petani, pedagang, selain pegawai negeri sipil dan swasta, serta TNI/Polri.

Singkat kata, penduduk dan Petobo memiliki kehidupan keseharian, sebagaimana kelurahan-kelurahan di wilayah lainnya.

Mengerikan

Pada Jumat (28/9) petang, kondisi jalan begitu ramai, hiruk pikuk kendaraan lalu lalang meilintas di Jalan HM Soeharto yang menghubungkan Desa Ngata Baru, Kabupaten Sigi.

Ada sebagian pulang dari tempat kerja mereka, ada yang di rumah, dan ada pula menuju masjid menunaikan salat Maghrib.

Akan tetapi, suasana yang tadinya ramai dan terasa normal saja, seketika berubah menjadi situasi yang mengerikan.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI