Pelihara PNS Koruptor Buat Negara Buntung

Kamis, 31 Januari 2019 | 07:05 WIB
Pelihara PNS Koruptor Buat Negara Buntung
Tahanan KPK memakai borgol saat menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/1). [Suara.com/Muhaimin A Untung]

Suara.com - Lambannya tindakan pemecatan terhadap ribuan pegawai negeri sipil (PNS) koruptor di pusat dan  daerah membuat negara kedodoran karena harus menggelontorkan gaji kepada mereka. Setidaknya, ada sebanyak 2.357 PNS yang telah divonis bersalah melalui putusan pengadilan namun belum juga diberikan tindakan tegas berupa pemecatan.

Dari data Badan Kepegawaian Nasional (BKN) per 14 Januari 2019, baru 393 PNS yang diberhentikan tidak dengan hormat dari daftar ribuan PNS yang terlibat dalam berbagai kasus korupsi di lembaga pemerintahan. Seharusnya, pemberhentian PNS yang bermasalah dengan hukum itu ditargetkan bisa dilaksanakan pada akhir Desember 2018.

PNS Koruptor Buat KPK Gerah

Adanya ribuan PNS koruptor yang masih tetap bekerja di kantor pemerintahan membuat Komisi Pemberantasan Korupsi gerah. Pasalnya, pemerintah dianggap tak tegas untuk menjatuhkan sanksi kepada jajarannya yang telah divonis bersalah atas tindakan merampok uang negara.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan lambatnya proses pemecatan terhadap PNS terlibat korupsi menandakan rendahnya komitmen Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk mematuhi putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Febri pun mencurigai adanya keraguan dari pejabat pemerintahan yang menjadi salah satu faktor Aparatur Sipil Negara (ASN) terlibat korupsi tak kunjung disingkirkan.

"KPK menerima informasi dari BKN tentang masih lambatnya proses pemberhentian PNS yang telah terbukti korupsi. Hal ini disebabkan mulai dari keengganan, keraguan atau penyebab lain para PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Minggu (27/1/2019).

Penyebab lainnya adalah beredarnya surat dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Korpri Nasional yang meminta menunda pemberhentian para PNS tersebut.

LKBH Korpri tersebut melakukan pengujian materi UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN pasal 87 ayat (2) dan ayat (4) huruf b dan d, sehingga meminta agar kementerian dan pemerintah daerah tidak melakukan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dan mengembalikan hak-hak lain yang melekat pada ASN seperti gaji, tunjangan dan hak-hak lainnya pada kedudukan semula.

Baca Juga: Timnas Putri Indonesia Kembali Dikalahkan India, Ini Komentar Pelatih

"Judicial review yang diajukan ke MK semestinya tidak jadi alasan untuk menunda aturan yang telah jelas tersebut," tegas Febri.

Unsur Kekerabatan Jadi Urung Dipecat

Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri ) Widodo Sigit Pudjianto menduga belum diberhentikannya PNS yang terbukti korupsi karena masih ada Sekretaris Daerah (Sekda) yang ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Padahal, kata dia, memberhentikan PNS koruptor yang telah inkrah secara hukum merupakan amanat undang-undang.

Widodo menduga, alasan para Sekda ragu dalam memberhentikan PNS koruptor lantaran belum mengerti undang-undang yang berlaku. Namun, hal itu pun tidak bisa dibenarkan, sebab seharusnya Sekda bisa aktif berkonsultasi dengan biro hukum Kemendagri maupun membaca undang-undang.

"Pertama mungkin dia tidak mengerti, kalau enggak mengerti gampang saja tinggal baca UUD atau kalau ragu bisa tanya ke biro hukum Kemendagri," ungkap Widodo kepada Suara.com, Rabu (30/1/2019).

Namun, di sisi lain Widodo juga curiga ada unsur nepotisme dalam pengambilan kebijakan. Menurut Widodo, kemungkinan ada unsur kekerabatan sehingga membuat para Sekda tak mau memecat PNS bermasalah tersebut.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI