“Rela terhadap satu hal, otomatis rela segala efek sampingnya.”
Orang yang rela menyelam saat ia sadar sedang berpuasa, berarti ia rela terhadap efek samping masukknya air ke dalam lubang kedua mata, kedua telinga, hidung, dubur atau kemaluan. Seolah-olah ia “sengaja” menoleransi dampak masuknya air ke lubang-lubang tersebut.
Sayyid Bakri menganggap batalnya puasa ini secara mutlak tanpa melihat bagaimana kebiasannya. Bahkan, dalam urusan menyelam, Imam Nawawi menegaskan, jika orang yang puasa sudah terbiasa bahwa bila dia menyelam akan mengakibatkan air masuk, maka hukum menyelamnya adalah haram.
Artinya: “Ya, jika ia tahu apabila dalam melakukan penyelaman biasanya mengakibatkan masuknya air, maka hukum menyelam menjadi haram dan pasti puasanya batal. Hukum demikian apabila masih memungkinkan untuk mandi tanpa harus menyelam. (Muhammad Nawawi al-Jawi, Nihayatuz Zain, halaman 166)
Dengan keterangan di atas, dapat kita simpulkan bahwa hukum menyelam bagi orang yang sadar sedang berpuasa adalah makruh. Bila terjadi air masuk ke lubang tujuh (sengaja atau tidak sengaja), batallah puasanya. Bila ia terbiasa menyelam dan mengakibatkan ada air yang tertelan atau masuk lubang lain (meski) dengan tanpa sengaja, orang tersebut tak hanya batal puasanya tapi juga berdosa karena menyelam dalam kondisi demikian adalah haram. Wallahu a’lam. (nu.or.id)