Ikan Asin, Kekerasan Simbolik Lelaki yang Merasa Pemilik Tubuh Perempuan

Rabu, 17 Juli 2019 | 14:38 WIB
Ikan Asin, Kekerasan Simbolik Lelaki yang Merasa Pemilik Tubuh Perempuan
[Shutterstock]

Tak heran banyak konten sampah di YouTube karena kreator hanya mengejar popularitas tanpa mempertimbangkan kualitas, hanya untuk mengejar keuntungan.

Pentingnya Netiket

Anna menjelaskan, kasus konten YouTube yang bermasalah bukan hanya milik Pablo Benua dan Rey Utami.

Sebelumnya, kata dia, vlog Anya Geraldine menuai kontra lantaran berani memamerkan kemesraan dengan pacarnya saat itu, Okky Raditya. Bahkan, KPAI pun mengambil sikap tegas dengan memanggil Anya.

Selain itu, pada tahun 2016, Nikita Mirzani sempat menghebohkan publik karena vlognya mendapat kritikan tajam dari KPAI.

Kala itu, Nikita Mirzani mengunggah konten dewasa tentang 'mandi kucing' yang tentunya membahayakan apabila ditonton anak kecil.

“Mengingat banyaknya konten vlog yang tidak pantas, sudah selayaknya masyarakat dunia maya mempelajari etiket bermedia di internet,” ucap Anna.

Ia mengatakan, Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan pedoman berkomunikasi di media sosial melalui Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial.

Dalam fatwa itu, terdapat larangan menyebar informasi palsu (hoaks), fitnah, gibah (penyampaian informasi faktual seseorang atau kelompok yang tak disukai), (adu domba), gosip, pemutarbalikan fakta, sampai ujaran kebencian dan permusuhan.

Baca Juga: Viral Pelecehan Perempuan Berjilbab di SPBU Malaysia

Komite Aksi Perempuan dan berbagai elemen menggelar aksi "Save Our Sister" dan "Nyalakan Tanda Bahaya" dengan menyalakan lilin dan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (4/5).

Selain itu, ICT Watch juga menyebutkan netiket media sosial. Netiket media sosial meliputi jangan berbohong, jangan membenci, jangan mengutuk, jangan melecehkan, berbagi info akurat, perbaiki kesalahan, menghormati privasi, dan pertimbangan matang sebelum unggah.

Dari banyaknya poin-poin netiket tersebut, dituntut semua pengguna media sosial mempelajarinya sehingga melek etiket dunia maya.

“Dengan dipenuhinya etiket dunia maya, apabila merujuk terminologi dari Jurgen Habermas, akan tercipta ruang publik. Ruang publik didefinisikan sebagai tempat banyak suara (many voices) guna mengutarakan banyak sudut pandang dengan santun sehingga tercipta demokrasi komunikasi.”

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI