“Jeanine Aneez menyatakan dirinya ‘presiden sementara’ di ruang senat yang hampir kosong pada 12 November, melanjutkan untuk mengenakan selempang kepresidenan dengan bantuan tentara berseragam. Meskipun tidak kuorum yang menjadikan langkah itu tidak konstitusional, Ánez segera diakui oleh pemerintahan Trump dan Inggris,”tulis FAIR dalam rilis resminya.
FAIR menuliskan, Anez diberikan atribusi simpatik oleh mayoritas media-media massa barat. Misalnya, BBC (11/13) menyebut Anez sebagai “pengacara yang memenuhi syarat.”
France24, pada hari yang sama, menyebut Anez “orang Kristen yang taat”. Majalah Time sehari sebelumnya (12/11) menyebut Anez sebagai “aktivis hak-hak perempuan dan presenter televisi.
FAIR mengatakan, atribusi positif terhadpa Anez itu senada saat pemimpin kudeta Venezuela—yang gagal—yakni Juan Guaido sebagai “pejuang kemerdekaan (Fox Business, 29/1/19) maupun “sosok perebut hati bangsa" (New York Times, 3/4/19).
“Selain itu, jurnalis-jurnalis korporat juga berusaha membersihkan citra diri sosok yang secara luas dianggap sebagai kekuatan nyata di balik kudeta: multimiliuner Kristen fundamentalis Luis Fernando Camacho,” tulis FAIR.
Camacho sejak lama dikenal sebagai fasis, yakni sejak memulai karier politiknya di Santa Cruz Youth Union—organisasi paramiliter ultra-kanan.
Namun, menjelang dan setelah kudeta Morales, BBC (13/11) menyebut Camacho sebagai “Pemimpin protes". Reuters (11/7/2019) menyebut Camacho sebagai seorang "Pemimpin sipil".
FAIR juga mengungkapkan banyak peristiwa yang absen dari liputan utama jurnalis media-media barat.
FAIR menuliskan, foto maupun video di media sosial banyak merekam para pemimpin MAS diserang massa, diikat ke pohon, rumah mereka dibakar dan beberapa dipaksa untuk mengundurkan diri dengan kekerasa.
Baca Juga: Dihujani Protes, Presiden Bolivia Evo Morales Mengundurkan Diri
“Sebaliknya, jurnalis korporat dengan polos menggambarkan mobilisasi sayap kanan yang semakin keras sebagai ‘protes massa’ (BBC, 10/31/19), ‘perbedaan pendapat’ (AP, 11/8/19) dan ‘pembangkangan sipil’ (New York Times, 10/31/19).”