Heboh Larangan Natal, Bagaimana Nasib Umat Kristiani di Dharmasraya?

Bangun Santoso Suara.Com
Selasa, 24 Desember 2019 | 07:37 WIB
Heboh Larangan Natal, Bagaimana Nasib Umat Kristiani di Dharmasraya?
Ilustrasi perayaan Natal. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Ia juga mengatakan keputusan ini adalah hasil kesepatakan dengan sejumlah kelompok dan forum umat beragama, yang sepakat untuk merayakannya di rumah masing-masing.

"Pelaksanaan ibadah umat Kristen tidak dilarang. Namun, kalau berjamaah silakan dilaksanakan di tempat resmi yang sudah disepakati," katanya.

Sejumlah Kasus Serupa

Ribuan Umat Nasrani menyalakan lilin saat mengikuti ibadah malam natal Gereja Tiberias Indonesia di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (8/12). ANTARA FOTO/Dede Rizky Permana
Ribuan Umat Nasrani menyalakan lilin saat mengikuti ibadah malam natal Gereja Tiberias Indonesia di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (8/12). ANTARA FOTO/Dede Rizky Permana

Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka), lembaga yang mengadvokasi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Sumatera Barat, tak hanya mengecam sikap Pemkab Dharmasraya.

Organisasi juga mengkritisi sikap pemerintah pusat yang belum menawarkan solusi agar hak jemaat Stasi Anastasi untuk merayakan Natal bisa dipenuhi.

"Pemerintah hanya ribut pada isu tidak ada pelarangan dan mengatakan sudah ada kesepakatan. Mana ada kesepakatan sepihak? Kesepakatan itu harusnya mewadahi aspirasi kedua pihak," katanya.

"Kalau tidak ada pelarangan, faktanya warga harus merayakan Natal di kota lain. Itu artinya sama saja tidak boleh beribadah di daerahnya," tambah Sudarto.

Ia menambahkan organisasinya kini sedang menangangi delapan kasus serupa, termasuk di Jorong Kampung Baru Nagari Sikabau.

Menurutnya, Sumatera Barat memang memiliki keunikan dengan kuatnya penerapan syariat Islam, tapi sebagai bagian dari NKRI maka "ada aturan bersama yang harus diakui setiap warga negara".

Baca Juga: Respons Larangan Natal di Dharmasraya, Romo Ruby: Itu Tidak Pada Tempatnya

"Tidak boleh juga karena ini daerah Islam, pemeluk agama lain tidak boleh beribadah disitu," kata Sudarto.

Yayasan demokrasi dan perdamaian, SETARA Institute juga mengatakan pemerintah perlu membuat kebijakan lain karena "banyaknya kasus sejenis".

"Termasuk membuat kesepakatan bersama, bagaimana mengatasi masalah-masalah intorelan, masalah pendirian rumah ibadah," kata Bonar Tigor Naipospos dalam sebuah konferensi pers, akhir pekan kemarin (21/12).

Hasil indeks kerukunan umat beragama yang dirilis Kementerian Agama RI di tahun 2019 menempatkan Provinsi Sumatra Barat pada posisi terburuk kedua dalam hal toleransi beragama, setelah Provinsi Aceh.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI