Suara.com - Es krim merek Aice terkenal karena rasa manisnya yang enak. Tapi di balik itu semua, ternyata nasib buruhnya tak semanis es krim.
Setidaknya, hal itulah yang dirasakan Arlini Aprilia (27) dan Dini Yulianti (23), dua buruh perempuan yang bekerja di pabrik PT Alpen Food Industry.
Perusahaan yang memproduksi es krim berlabel Aice ini diduga melakukan eksploitasi, hingga menyebabkan sejumlah buruh perempuan hamil mengalami keguguran.
Dini Yulianti (23) mengakui pernah hamil dan keguguran sistem kerja di pabrik Aice. Kala itu, usia kandungannya berjalan lima bulan.
![Setidaknya, hal itulah yang dirasakan Arlini Aprilia (27) dan Dini Yulianti (23), dua buruh perempuan yang bekerja di pabrik PT Aplen Food Industry. [Suara.com/Yacub]](https://media.suara.com/pictures/original/2020/03/03/29412-buruh-aice-1.jpg)
Dia dipacu bekerja oleh mandor di bagian produksi. Suatu saat dia merasakan sakit pinggang saat bekerja dan dilarikan ke IGD Rumah Sakit Kartika Husada, Setu, Kabupaten Bekasi.
"Keguguran saat itu pada bulan Januari 2019,” ujar wanita yang kini tengah mengandung lagi dua bulan, di Aula Komite Solidaritas Perjuangan untuk Buruh Aice, Kampung Telajung RT 01/09, Cikarang Barat, kepada Suara.com, Selasa (3/3/2020).
Dini meyakini, janinnya keguguran karena tidak ada kebijakan perusahaan agar para buruh perempuan yang hamil diperkenankan bekerja nonshift.
![Setidaknya, hal itulah yang dirasakan Arlini Aprilia (27) dan Dini Yulianti (23), dua buruh perempuan yang bekerja di pabrik PT Aplen Food Industry. [Suara.com/Yacub]](https://media.suara.com/pictures/original/2020/03/03/49676-buruh-aice-2.jpg)
Padahal, hasil konsultasinya bersama dokter kandungan, Dini diminta untuk tidak melulu bergadang.
“Waktu itu minta nonshift karena ada riwayat rahim lemah, tapi dari perusahaan enggak dikasih. Alasannya karena yang hamil bukan saya doang,” ujar Dini.
Baca Juga: Buruh AICE Dipecat Gara-gara Ikut Demo, Surat PHK-nya Viral
Sejak keguguran itu, Dini dirumahkan satu bulan setengah atau 45 hari. Dini waktu itu terpaksa melakukan operasi kuret.
Ironis, biaya berobat setelah kuret itu tidak ditanggung oleh perusahaan yang terletak di kawasan MM2100 tersebut.
“Biaya kuret waktu itu pakai jaminan kesehatan, tapi biaya berobat Rp 800 ribu pakai uang sendiri. Cuma enggak diganti oleh perusahaan,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, Arlini Aprilia mengemukakan kisah duka yang sama. Wanita yang akrab disapa Alin ini harus kehilangan bayi pertamanya yang berjenis kelamin laki-laki.
Kepergian anaknya itu pada bulan Agustus 2019. Memang, kata Alin, ia mendapatkan cuti dari PT AFI. Namun, ada yang keliru, di mana perusahaan memberikan catatan yang dianggapnya tak berkemanusiaan.
“Dikasih cuti ada syarat, kalau terjadi apa-apa sampai orangtua atau bayi meninggal, itu tidak boleh menuntut ke perusahaan. Itu perjanjian di atas materai sebelum diberikan surat cuti oleh perusahaan,” jelas Alin.